Hari Kartini 21 April kembali mengingatkanku tentang sosok perempuan inspiratif yang tangguh. Karenanya perempuan menjadi lebih berarti dan dihargai saat ini. Sosoknya memang telah tiada, tapi penerusnya tentu saja ada. Kehidupan terus berlanjut, Para Kartini masa kini terus lahir dengan ketangguhan dan cerita inspiratif. Rasanya sangat cocok untuk mencari sosok itu di situasi negeri yang tengah tertatih melawan pandemi.
Seperti yang diketahui, pandemi Covid-19 belum usai. Sejumlah cerita berseliweran dimana-mana. Cerita perjuangan seyogyanya menjadi cerita paling mendominasi. Perhatianku tertuju pada seorang perempuan. Sosok mulia ini menarik untuk diulas dan dicari keberadaannya, perannya dan kisah-kisah hidupnya.
Nah, aku perkenalkan satu sosok yang kutemukan. Namanya Siti Aisyah. Umurnya 49 tahun. Ibu rumah tangga sekaligus tulang punggung keluarga. Suaminya sudah tak mampu lagi bekerja. Dua orang anak pun harus menjadi tanggungannya. Ia selalu berlomba dengan matahari pagi, sebuah rutinitas yang ia lakukan selama bertahun-tahun. Berjualan keliling kampung menempuh jarak puluhan kilometer. Bukan ia tidak tahu dan tidak mau patuh soal imbauan di rumah saja, namun sejengkal perut kelaparan dari orang-orang tersayang baginya tidak bisa ditunda kala sudah tiba waktunya makan. Lain lagi dengan nominal hutang yang masih melilitnya. Alasan yang semakin melengkapinya untuk tetap bekerja di situasi sepelik apapun.
Sebelum berkeliling kampung, ia harus berbelanja terlebih dahulu ke pasar yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari rumahnya. Ia berangkat sekitar pukul 05.00 pagi dan menerjang jalanan sepi. Pada kenyataanya bukan hanya wabah yang menakutinya, melainkan jalanan pagi sepi yang pernah membuatnya trauma. Ia pernah diserempet orang tak dikenal yang mencoba merampas tasnya. Saat itu ia sempat mengalami luka namun beruntung ada seorang tukang becak yang menolongnya. Namun trauma itu harus ia simpan rapat dan tak ia jadikan halangan untuk beraktivitas kembali. Ia harus tetap berangkat setiap hari untuk memastikan dagangan bisa dibawa keliling kampung pada waktu yang tepat
Mengais rejeki di tengah pandemi memang tak mudah. Orang-orang yang berjualan keliling tentu bukan dia saja. Cuaca pun kadang tak bersahabat. Pernah ia kehujanan dan basah kuyup kedinginan. Dagangan yang dibawa juga tak selau habis. Harus ada kerelaan dan keikhlasan untuk menerimanya. Sepulang dari berjualan, ia pun segera berubah peran. Menjadi ibu rumah tangga dengan seabrek pekerjaan rumah yang melelahkan.
Apa yang membuatnya kuat? Jawabannya sederhana yaitu: "sabar dan ikhlas". Ia percaya bahwa kesabaran dan keikhlasan tidak akan pernah mengecewakannya. Ia juga merasakan seyuman keluarga yang menantinya di rumah selalu mampu menyamarkan rasa lelah. Selalu ada kebahagiaan dari sudut pandangnya. Dia perempuan yang sangat tangguh dan inspiratif. Tidak berlebihan jika ia dikatakan sebagai Kartini masa kini. Semoga ibu Siti Asiyah selalu sehat dan terus menginspirasi.