Hai sisters!
Jika kita dapat menyeimbangkan penawaran dan permintaan dalam Sistem Pangan kita, lebih banyak orang dapat hidup lebih baik dan lebih banyak orang dapat diberi makan. Indonesia adalah negara yang kaya dan berlimpah, bagaimana bisa begitu banyak orang kelaparan ketika ada begitu banyak makanan yang tumbuh dan benih yang begitu mudah untuk disebarkan? Dan jika begitu banyak yang kelaparan, bagaimana mungkin begitu banyak dari kelimpahan ini akan terbuang sia-sia? Total kehilangan makanan dan sisa makanan (buah dan sayuran) di Indonesia lebih dari 63% per tahun.
Perkenalkan nama saya Mutia, seorang Food Scientist lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 2019, saya bersama dengan tim membangun sebuah startup bernama PT. BIKI (Berkah Inovasi Kreatif Indonesia) yang mengemban misi untuk berinovasi dalam sektor pertanian berkelanjutan demi terwujudnya ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat. Konsep inovasi yang dikembangkan dalam start-up BIKI (Berkah Inovasi Kreatif Indonesia) adalah “Waste Solution” dengan mengkombinasikan pendekatan Technopreneur, Sociopreneur, dan Enviropreneur. Kami memiliki mimpi untuk mewujudkan kualitas produk makanan yang lebih baik, sistem pangan yang lebih berkelanjutan, dan produksi yang tahan lama dengan menciptakan nilai di seluruh rantai pasokan, dan masa depan yang lebih berlimpah bagi kita semua. Ide awal kami di tahun 2019 berawal dari keprihatinan bahwa hasil samping kulit udang yang dihasilkan oleh industri udang beku dengan baik dan menimbulkan pencemaran lingkungan. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menargetkan volume ekspor udang meningkat 250% pada tahun 2024.
Hal ini perlu diimbangi dengan pengolahan hasil samping yaitu kulit udang (>50% b/b) yang selama ini tidak termanfaatkan. Oleh karena itu, dengan pendekatan inovasi dan teknologi, kami telah berhasil menciptakan inovasi mengubah kulit udang menjadi biomaterial chitosan untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan melibatkan masyrakat sekitar.
Gambar 2. Kulit Udang Hasil Samping Industri Udang Beku
Gambar 3. Biomaterial Chitosan
Chitosan merupakan bahan utama Chitasil edible coating, yang telah teruji untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayuran. Kami membuat inovasi Chitasil edible coating "perlindungan berbasis alam (chitosan)" untuk buah dan sayuran yang dapat membantu bertahan lebih lama dan mengurangi plastik kemasan.
Gambar 4. Skema Food Loss dan Food Waste
Data dari FAO tahun 2015 menunjukkan bahwa kelihangan dan pemborosan pangan terbesar di dunia berasal dari kelompok buah dan sayuran yang mencapai lebih dari 40%. Food loss atau susut hasil panen terjadi dari mulai produksi, panen, penanganan hasil, hingga distribusi/pengangkutan. Sementara food waste umumnya terjadi karena kurangnya perencanaan maupun kebiasan membuang makanan pada saat konsumsi. Food loss dapat dikurangi melalui penggunaan teknologi yang lebih modern dan dapat menjaga keutuhan bahan pangan serta memperpanjang umur simpan, sedangkan food waste dapat dikurangi melalui perubahan perilaku konsumsi pangan masyarakat. Target pasar kami untuk Chitasil edible coating adalah rantai pasok buah dan sayur dari hulu hingga hilir (petani, distributor, eksportir, industri, dan retail). Kami telah berhasil membantu meningkatkan kesejahteraan target pasar kami dengan mengurangi risiko kerugian akibat kehilangan dan pemborosan makanan.
Kami membuat inovasi produk Chitasil edible coating "perlindungan berbasis alam (chitosan)" untuk buah dan sayuran yang dapat membantu bertahan lebih lama dan mengurangi kemasan plastic sebagai solusi untuk membantu mengurangi food loss. Produk coating kami odorless, tasteless, edible dan telah teruji dapat memperpanjang umur simpan lebih dari 20 komoditas buah dan sayuran. Kami juga melakukan campaign dan edukasi secara digital kepada masyarakat untuk memulai merubah pola konsumsi buah dan sayuran untuk mengurangi food waste. Bagaimana mekanisme Chitasil bekerja?
Ilustrasi 1. Mekanisme Chitosan Sebagai Edible Coating
Sumber: Jurnal Bioresources dan Bioproducts. 2019, 4 (1): 11-21
Perlindungan berbasis alam Chitasil membantu buah dan sayuran bertahan lebih lama, kami dapat melihat lebih banyak makanan berakhir di piring dan lebih sedikit yang berakhir di tempat pembuangan sampah. Selain itu, kami telah berhasil membantu meningkatkan kesejahteraan target pasar kami (petani, distributor, eksportir, industri, dan retail) dengan mengurangi lebih dari 3.000 ton food loss dan waste buah dan sayuran di tahun 2022. Informasi tentang produk bisa dilihat di instagram kami @chitasil.id.
Gambar 5. Produk Chitasil Edible Coating
Pengujian produk Chitasil edible coating dilakukan dengan dua metode yaitu pengujian di Lab BIKI dan dilakukan langsung di tempat mitra. Kami berhasil memperpanjang umur simpan minimal 2x lipat buah dan sayuran dengan biaya coating maksimal Rp 500/kg. Berikut adalah beberapa hasil pengujian yang telah dilakukan, diantaranya :
Gambar 6. Kunjungan ke Mitra Chitasil
Business Sustainability Impact di tahun 2022:
Dampak Sosial:
Dampak Ekonomi
Dampak Lingkungan
Di tahun 2023 ini, kami sedang proses membangun Food Coating Hub di beberapa titik area sentra buah dan sayuran di Indonesia untuk lebih mudah dalam mensosialisasikan dan memperluas jaringan penggunaan teknologi coating yang kami ciptakan untuk mengurangi angka Food Loss dan Waste di Indonesia serta di dunia. Oleh karena itu, kami mengikuti program Sisternet Kompetisi Modal Pintar 2023 ini. Dengan total hadiah sebesar 200 Juta ini, semoga kami bisa menjadi salah satu pemenangnya.
Berikut rincian kebutuhan modal kami untuk membangun 1 Food Coating Hub di Pangalengan:
Total: Rp 40.000.000
Pada tahun 2050, akan ada 9,7 Miliar orang di bumi. Namun 1 dari 9 orang tidur dalam keadaan lapar setiap malam, maka penanganan food waste sangat penting untuk bisa memastikan memberi makan semua orang secara berkelanjutan. Let’s Stop Food Loss Food Waste, For The People, For The Planet with Chitasil.