Indonesia merupakan negara kepulauan dengan potensi perikanan yang sangat besar. Potensi ini melahirkan industri perikanan yang semakin hari semakin berkembang. Seperti industri ikan fillet. Di Kabupaten dan Kota Probolinggo sendiri terdapat 6 pabrik ikan fillet yang setiap hari mampu memproduksi 500-1000 kg. Dari total produksi tersebut, 20 persen di antaranya merupakan limbah sisik ikan.
Semula limbah sisik ikan dibiarkan menumpuk di tempat pembuangan tanpa melalui proses pengolahan. Tentu saja, hal ini menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama pencemaran udara. Limbah organik seperti sisik ikan dapat mengalami perubahan melalui dekomposisi anaerobik, sehingga menimbulkan bau busuk dan pelepasan gas metana (CH4) ke atmosfer. Gas CH4 pada lapisan stratosfer berperan sebagai gas rumah kaca (GRK) dan berefek pada munculnya pemanasan global. Hemat kata, pembuangan limbah sisik ikan di lingkungan dapat memperparah perubahan iklim yang saat ini melanda bumi.
Sebagai seorang mahasiswa sekaligus aktivis lingkungan, saya mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan idealisme yang begitu kuat, saya yakin keberadaan limbah sisik ikan dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha baru.
Berbekal studi literatur dan hasil riset yang saya lakukan sejak tahun 2017, akhirnya limbah sisik ikan dapat diolah secara optimal menjadi kolagen. Kandungan kolagen pada sisik ikan mencapai 80% dan hal ini sangat mendukung untuk dikembangkan menjadi produk komersial.
Kolagen sisik ikan merupakan kolagen tipe I, yaitu kolagen yang paling mirip dengan kolagen manusia. Kolagen yang terbuat dari sisik ikan juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kolagen sapi atau babi. Dari segi kehalalan, kolagen sisik ikan jelas terjamin kehalalannya karena sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 96.
“Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu sedang ihram.”
Selain itu, kolagen sisik ikan juga lebih rendah kalori dan memiliki ukuran partikel yang sangat kecil sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh. Kolagen yang sudah dicerna oleh tubuh akan mengisi organ-organ tubuh yang paling membutuhkan kolagen. Beberapa organ tubuh yang tersusun dari kolagen antara lain kulit, tulang, sendi, rambut, kuku, retina, dan gigi.
Setelah melewati tahap riset dan berbagai pengujian, kolagen sisik ikan yang saya produksi dinyatakan sesuai dengan SNI. Akhirnya, pada 1 Oktober 2020 saya melakukan soft launching produk kolagen yang pertama berupa minuman kolagen dengan merek Shaany.
Dalam memproduksi Shaany Collagen Drink, saya dibantu oleh tangan-tangan hebat dari tim SRIKANDI. Sebuah tim yang terdiri dari 8 ibu rumah tangga yang mayoritas merupakan tulang punggung keluarga. Bagi saya, kehadiran Shaany adalah hadiah terbesar dari Tuhan karena berhasil menggagalkan 8 ibu rumah tangga yang akan berangkat ke luar negeri untuk menjadi TKI. Dengan menjadi TKI, mungkin kebutuhan finansial akan terpenuhi. Tetapi ada belasan nasib anak-anak kecil yang dipertaruhkan. Hadirnya Shaany setidaknya dapat menyelamatkan masa depan generasi muda yang membutuhkan sosok ibu sebagai pendidik dan pembimbing hidupnya.
Tidak hanya memberdayakan 8 ibu rumah tangga, Shaany juga membantu perekomonian petani lokal di masa pandemi dengan menjalin kolaborasi dalam hal pengadaan buah sebagai varian rasa. Saat ini Shaany memiliki 6 varian rasa yaitu cokelat, talas ungu (taro), teh hijau, stroberi, moringa, dan yang terbaru adalah cascara.
Shaany Cascara Collagen Tea merupakan minuman herbal dengan kandungan antioksidan yang sangat tinggi dan bersifat sebagai antikanker. Shaany Cascara Collagen ini adalah hasil kolaborasi Shaany dengan petani kopi. Menurut pengakuan petani kopi, selama ini mereka hanya memanfaatkan biji kopi dan membakar limbah kulit kopi. Sungguh, hasil pembakaran ini akan menjadi gas metan yang menyumbang persentase besar terhadap pemanasan global. Setelah dibekali pelatihan tentang pengolahan kulit kopi menjadi cascara, maka petani kopi pun akhirnya menjadi mitra Shaany yang menyuplai cascara sebagai varian rasa baru dari Shaany.
Seiring waktu, semakin banyak yang mengenal minuman kolagen Shaany. Jangkauan pemasaran Shaany saat ini ada di Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Dengan kapasitas produksi 200 unit per bulan, Shaany selalu habis terjual karena kami menerapkan sistem Pre-Order.
Bagi kami, ini adalah awal yang baik untuk menuju perjalanan panjang menjadi market leader minuman kolagen di Indonesia. Salah satu cara untuk mencapai visi ini, saya mewakili tim SRIKANDI mengikuti W20 Sisperenur untuk #BeraniNaikKelas di tahun 2022. Tujuan saya mengikuti W20 #Sispreneur ini adalah untuk mengakselerasi bisnis dengan langkah yang tepat sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk semua pihak, baik bagi tim SRIKANDI yang memproduksi Shaany, petani yang menjadi mitra Shaany, dan customer Shaany. Dengan mengikuti inkubasi W20 #Sispreneur oleh #Sisternet, saya berharap di tahun 2022 ini kapasitas produksi Shaany bisa meningkat menjadi 500 unit per bulan.
Dalam waktu dekat, Shaany akan melakukan sertifikasi BPOM untuk mendapatkan izin edar dan dilanjutkan dengan sertifikasi Halal. Harapannya, setelah sertifikasi ini selesai, produk Shaany akan lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dan kepercayaan customer terhadap minuman kolagen Shaany meningkat. Dalam membangun customer awareness, Shaany akan melakukan digital marketing campaign secara masif. Semua program yang telah dirancang, tidak lain tujuannya adalah untuk menebar manfaat yang lebih luas, membantu lebih banyak ibu rumah tangga, merangkul lebih banyak petani, dan menemani lebih banyak customer untuk memiliki hidup yang lebih bermakna.
Saya Siti Nur Seha, berusia 26 tahun, adalah orang kecil yang memberdayakan orang-orang kecil untuk tumbuh dan bersama-sama dengan langkah besar bernama Shaany. Saya berharap, Shaany dapat berkontribusi pada pencapaian beberapa poin SDGs antara lain; No Poverty; Good Health and Wellbeing; Gender Equality; Decent Work and Economic Growth; Industry, Innovation, and Infrastructure; Responsible Consumption and Production; dan Climate Action.