Assalamualaikum, Sister!
Nama saya, Lygia Pecanduhujan. Sister semua bisa memanggil saya Gia, Teh Gia, Neng Gia, ataupun Nenghujan. Hehehe.. tak kenal maka tak sayang bukan?
Dalam hidup, saya meyakini bahwa harapan akan selalu ada, selama kita tak pernah lelah untuk melangkah dan selalu percaya bahwa takdir Allah selalu indah. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran ketika pada tahun 2010 silam saya, Lygia Pecanduhujan, yang selama ini memilih jalan untuk menjadi seorang penulis lepas dan blogger akhirnya memutuskan untuk membuat komunitas yang saya beri nama Komunitas Relawan Sedekah. Komunitas yang terdiri dari satu orang member tetap yaitu saya, dan puluhan relawan freelance ini didirikan sebagai wadah melakukan berbagai kegiatan sosial di Bandung, tempat tinggal saya.
Komunitas Relawan Sedekah, adalah sebuah komunitas yang tak pernah bisa saya lepaskan dari hidup, yang telah jatuh bangun saya perjuangkan, kadang sendirian, kadang bersama beberapa orang sahabat relawan yang rela meluangkan waktu, tenaga, pikiran, hingga materi untuk ikut serta berbagi di manapun kami mengadakan kegiatan sosial.
Dari sekian banyak program yang telah kami laksanakan setiap hari, bulan, hingga tahun, Berbagai event dan program sosial pun Alhamdulillah telah berhasil kami gelar, antara lain Bakti Sosial untuk Anak Jalanan (2010), Program #BedahMusholladanPesantren (2011-2014), Program #TebarSejutaMushafQuran (2014), Kemah Santri Yatim Dhuafa (2011-2017), #BerbagiSembakoRamadhan, hingga kegiatan rutin bulanan berupa santunan untuk Yatim Dhuafa dan Jompo Dhuafa. Total ada lebih dari 100 orang yatim dhuafa dan 100 orang Jompo Dhuafa binaan kami yang saat ini tersebar di beberapa titik di kota Bandung dan sekitarnya.
Terus terang, Komunitas Relawan Sedekah sendiri bukanlah komunitas besar yang memiliki dana serta donator tetap yang banyak. Tidak sama sekali. Saya betul-betul modal NOL dan harus mengeluarkan uang dari kocek sendiri, dari hasil kerja saya sebagai penulis lepas dan blogger untuk keperluan kegiatan relawan sedekah ini. komunitas ini tidak memiliki uang kas, belum mampu membuat Yayasan, apalagi memiliki mobil untuk mempermudah aktivitas kami kesana kemari berkeliling.
Seluruh donasi dikumpulkan dari sahabat baik di dunia real ataupun melalui media sosial. Berapa pun yang terkumpul, langsung disumbangkan kepada binaan kami yang memang menjadi target sasaran.
Namun saya sadar, donatur yang datang dan pergi untuk membantu kami tidak akan selamanya tinggal. Saya dan teman-teman harus memutar akal supaya kami bisa memiliki dana lebih agar dapat membiayai kegiatan-kegiatan kami sendiri.
Untuk itulah, akhirnya saya memutuskan untuk merintis usaha sendiri, dengan harapan agar keuntungan yang saya dapat nantinya dapat saya gunakan untuk membiayai seluruh kegiatan Komunitas Relawan Sedekah tanpa harus mengandalkan donatur dari luar.
AWAL MERINTIS DIGIEFOOD
Karena saya sangat suka masak dan makan, saya memutuskan untuk membuka usaha di bidang kuliner yaitu memproduksi cemilan rumahan yang saya jual secara online dan door to door kepada keluarga, sahabat dan kerabat.
Produk DIGIEFOOD pertama yang coba saya pasarkan adalah Cascara Tea, yaitu minuman teh yang terbuat dari kulit kopi. Alasan saya memilih produk tersebut karena di Indonesia, belum begitu banyak yang mengenal jenis minuman yang satu ini, padahal di luar negeri, Cascara Tea telah menjadi superfood, karena khasiat yang terkandung di dalam kulit kopi tersebut.
Sebagai langkah awal, saya mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Cascara dari berbagai literatur maupun terjun langsung ke lapangan yaitu perkebunan kopi. Di Indonesia, Cascara ini belum terlalu banyak diproduksi, karena selama ini di kalangan petani kopi sendiri kulit kopi hanya mereka manfaatkan sebagai kompos/pupuk tanaman kopi. Bahkan, menu Cascara Tea ini belum dikenal luas apalagi dijual sebagai menu di kedai-kedai kopi yang belakangan ini marak bermunculan di seluruh daerah.
Saya yang juga merupakan ibu rumah tangga dari 3 orang anak yang masih bertumbuh dewasa, tentunya tak ingin sembarangan memproduksi sesuatu yang akan saya jual. Saya ingin menghasilkan sesuatu yang memliki nilai tambah, dan tentunya tidak berdampak buruk bagi kesehatan konsumen dalam jangka panjang, terutama karena saya dan keluarga adalah konsumen pertama dari produk apapun yang kelak akan saya lempar ke pasaran.
Untuk itulah saya terjun langsung ke lapangan, mencari kulit kopi terbaik yang ketika diseduh akan menghasilkan cita rasa unik dan luar biasa, dan tentunya berkhasiat. Saya berkeliling ke beberapa produsen kopi, hingga mendatangi perkebunan kopi yang tersebar di Jawa Barat untuk memilih Cascara terbaik.
Banyak yang menjual Cascara di marketplace online dengan harga sangat murah, namun ketika saya coba rasanya ternyata tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Saya menginginkan kualitas cascara yang premium. Hingga akhirnya saya menemukan apa yang saya cari dari perkebunan kopi di Ciwidey. Saya beli kulit kopi berkualitas dari mereka yang sudah dikeringkan, dan saya olah kembali di rumah agar cita rasanya sesuai dan saya kemas dalam dua bentuk yaitu teh celup dan teh tubruk siap seduh.
Produk Cascara Tea ini saya branding dengan nama Magia Cascara. Magia, yang dalam Bahasa Spanyol berarti keajaiban, saya harapkan dapat menjadi produk yang dapat diterima oleh pasar Indonesia. Di awal, tentunya sangat sulit memperkenalkan produk kuliner minuman yang belum dikenal luas. Dan saya tidak hanya ingin menjual dan menghasilkan keuntungan semata, saya ingin mengedukasi masyarakat tentang manfaat luar biasa dari kulit kopi untuk kesehatan kita. Oleh karena itu dalam proses penjualannya saya tidak terlalu ngoyo. Berjalan sangat lambat dan apa adanya saja.
Produk kedua yang saya buat adalah Keripik Ceker Krispi. Ide untuk membuat Keripik Ceker ini sendiri timbul dari niat untuk memanfaatkan limbah makanan yang kurang diminati menjadi produk kuliner yang lezat, sehat dan bergizi tinggi. Mulailah saya mencari ceker ayam berukuran kecil yang selama ini sering diabaikan karena pengusaha kuliner lebih menyukai ceker yang berukuran besar untuk diproduksi.
Keripik Ceker krispi yang saya produksi tentunya berbeda dari keripik ceker kebanyakan di luar sana. Jika keripik ceker lain hanya mengolah kulit cekernya saja, justru saya menggunakan seluruh ceker utuh beserta tulang-tulangnya dan saya olah sedemikian rupa hingga menjadi keripik yang renyah. Mengapa? Karena justru di dalam tulang ceker tersebut terdapat kalsium yang tinggi. Tentu di awal sangat sulit menghasilkan keripik ceker sesuai yang saya harapkan. Gagal berkali-kali hingga saya terus memutar ide bagaimana caranya agar berhasil.
Berangkat dari keinginan membuat produk kuliner yang unik, saya pun memilih untuk menggunakan tepung mocaf sebagai bahan utama dari pengolahan keripik ceker ini. Dengan menggunakan tepung mocaf, meski biaya produksi jadi lebih tinggi, namun keripik yang dihasilkan pastinya akan lebih sehat buat semua orang. Untuk menghasilkan resep baku yang sesuai, saya pun berulangkali membongkar ulang susunan resep hingga akhirnya memperoleh resep yang pas, dan akhirnya Keripik ceker krispi buatan saya itu pun sudah pede saya pasarkan secara online dan offline dengan menggunakan merek CEKRIZZ, Keripik Ceker Krizzpi.
Alhamdulillah, saat itu, respon para kerabat, sahabat dan keluarga terdekat sangat positif. Banyak di antara mereka yang menjadi langganan dan selalu membeli produk yang kami jual secara door to door dan online tersebut.
Hingga, produk kami tersebut yaitu Cascara Tea dan Keripik Ceker bahkan mampu mengikuti seleksi UMKM Juara yang diadakan di Kabupaten Bandung pada 2019 silam dan menjadi salah satu UMKM Kabupaten Bandung yang resmi tercatat.
Tentunya semua itu berdampak sangat signifikan untuk Komunitas Relawan Sedekah. Di mana akhirnya, kami bisa secara rutin mengunjungi anak-anak asuh kami di beberapa titik binaan termasuk di TBM Sehati, salah satu binaan kami yang terbaru saat itu. Dari hasil keuntungan penjualan Cascara dan Keripik Ceker, saya dan team bisa terus rutin berkeliling mengadakan kegiatan sosial baik untuk perseorangan ataupun Lembaga yang membutuhkan.
Bahkan pada tahun 2019 silam saya nekad meminjam sejumlah uang kepada salah seorang sahabat dengan niat untuk memperbanyak produksi agar biaya produksi dapat kami tekan sehingga produk kami bisa kami jual dengan harga lebih murah dan lebih bersaing dengan produk lain di pasaran. Tak kurang uang sejumlah Rp. 16,000,000 (enam belas juta rupiah) saya gelontorkan untuk membeli peralatan seperti spinner, oven, dan perangkat pendukung lainnya.
DAN MUSIBAH PUN DATANG
Namun, sebuah bencana yang datang di awal tahun 2020 membuat segalanya menjadi ambyar. Betapa tidak, virus Corona mulai merebak di mana-mana, termasuk di Indonesia. Bahkan akhirnya virus ini menyebabkan seluruh dunia berduka. Dari berita yang saya baca kasus positif Corona sudah menyentuh angka puluhan ribu dan ada ribuan yang meninggal dunia, dalam waktu singkat.
Kenyataan ini membuat pemerintah bergerak cepat. Dibuatlah keputusan untuk melockdown negara Indonesia. Di mana akhirnya seluruh masyarakat dihimbau bahkan dilarang keras untuk keluar dari rumah dan melakukan isolasi mandiri. Saya pun membaca di berbagai media di Indonesia yang menyebutkan bahwa tanpa lockdown, virus corona bisa menjangkiti 500 juta orang di seluruh dunia!
Pada akhirnya, nyaris 5 bulan saya memutuskan untuk betul-betul Work From Home sesuai anjuran pemerintah. Saya tidak keluar rumah sedikit pun, kecuali dalam kondisi darurat, misalnya untuk membeli bahan makanan dan itupun menggunakan pengamanan ketat seperti memakai masker, sarung tangan, faceshield, hingga tak lupa membawa hand sanitizer kemana pun saya pergi.
Pandemi ini, otomatis pula melumpuhkan kegiatan Komunitas Relawan Sedekah, hingga mematikan usaha yang sedang saya rintis untuk Relawan Sedekah dan seluruh binaannya. Berbulan lamanya saya tidak bisa mengunjungi anak-anak asuh saya. Dan yang paling membuat saya sedih, ketika mendengar kabar bahwa di beberapa titik binaan termasuk di Gunung Puntang, banyak warga yang terdampak Corona hingga mengalami kesulitan perekonomian.
Tentu saya menjadi resah dan selalu gelisah setiap harinya. Otak dipaksa untuk berpikir terus menerus, bagaimana caranya agar kami mampu bangkit lagi dan bertahan di tengah pandemi covid-19 seperti ini, di mana bukan saja seluruh modal usaha saya lenyap, bahkan saya pun sempat tidak memiliki penghasilan sama sekali dan hanya bertahan hidup dari bantuan kartu prakerja dan bantuan keluarga besar serta sahabat lainnya. Jangankan untuk mencicil pinjaman yang baru sepertiga saya lunasi, untuk makan sehari-hari saja sangat sulit saya rasakan. Apalagi, stok produksi yang ada sama sekali tidak dapat terjual kala itu karena orang lebih memilih untuk membeli keperluan rumah tangga yang lebih penting seperti sembako. Hingga produk Magia Cascara dan Cekrizz pun menumpuk di rumah begitu saja.
Demi agar tidak terbuang percuma, sebelum masa kadaluarsa habis, saya memilih untuk membagikan seluruh produk yang ada kepada masyarakat di sekitar tempat tinggal saya, juga untuk teman dan keluarga.
MENCOBA BANGKIT KEMBALI
Setiap hari, tak hanya di masa pandemi, banyak masyarakat menghubungi Relawan Sedekah untuk meminta bantuan. Di kala virus Corona merajalela, tak kurang dari 300 tukang ojeg di wilayah Bandung Timur di mana saya tinggal juga meminta bantuan masker serta sembako karena perekonomian mereka benar-benar lumpuh seketika. Hati saya tentu menangis melihat ini. dalam kondisi saya pribadi yang juga terkena dampak dari pandemi ini, saya tentunya tak mampu berbuat banyak untuk membantu mereka. Bahkan, anak-anak yatim dhuafa dan jompo dhuafa binaan kami di Gunung Puntang pun sudah mengabarkan kalau di sana mereka sudah dalam kondisi darurat pangan!
Terus terang, sebagai seorang Single Parent yang harus menjadi tulang punggung keluarga untuk 3 orang anak yang masih membutuhkan banyak biaya, juga kedua orangtua yang kini sudah sakit-sakitan dan membutuhkan biaya pengobatan, kondisi seperti ini seringkali membuat saya nyaris drop dan ingin berhenti dari segala kegiatan sosial yang selama ini telah saya jalani.
Penghasilan saya sebagai penulis lepas dan konten creator rasanya sudah cukup untuk biaya hidup kami sehari-hari. Namun, hati kecil saya selalu berontak ketika saya memutuskan untuk menghentikan segala kegiatan Komunitas Relawan Sedekah. Banyak sahabat yang setiap bulan menitip sedikit rejeki mereka untuk dibagikan kepada binaan kami. Sedih, di titik ini saya seringkali menangis sendiri. Merasa lelah dan putus asa. Mengapa saya harus peduli dengan ratusan anak yatim dhuafa dan ratusan jompo tak berdaya di sana, sedang saya sendiri di sini dalam kondisi terjepit secara ekonomi?
Namun, ketika bayangan tentang seluruh anak-anak yatim dhuafa itu datang dan pergi dalam kepala, teringat betapa hangatnya sambutan mereka kala saya datang meski hanya membawa sedikit buah tangan dan perhatian, tawa lepas mereka dan binar mata penuh bahagia, saya tahu bahwa saya tak boleh egois dan menang sendiri. Saya harus terus mempertahankan keberadaan komunitas ini, meski harus jatuh bangun lagi mencari jalan rejeki.
BERBENAH DIRI DAN MENJEMPUT MIMPI
Sampai dengan hari ini, wabah corona masih ada dan membuat kondisi Indonesia tidak seperti dulu. Walau PSBB perlahan-lahan sudah mulai dilonggarkan oleh pemerintah dan diberlakukan kebijakan New Normal namun tentunya saat ini kita harus mulai mengubah cara hidup kita, termasuk menata kembali perekonomian dan menyesuaikannya dengan kondisi yang ada. Apalagi dengan adanya PSBB kedua di awal tahun 2021 kembali membuat roda perekonomian saya terpuruk.
Stress, saya mencoba memutar akal bagaimana caranya agar saya dan keluarga, serta seluruh binaan Komunitas Relawan Sedekah mampu bertahan hidup ke depannya dalam situasi yang seperti ini. Saya beserta team Relawan Sedekah lainnya, bersama dengan Mang Yayat dan Bi Isum yang bertugas di lapangan, tentunya tak bisa hanya tinggal diam dan menanti uluran tangan dari para Donatur. Itu sebabnya, sejak Ramadhan kemarin, kami mulai mengembalikan kembali semangat berbagi kami, menata hidup dan membenahi segala sesuatunya.
Saya mencoba mencari ide untuk kembali memproduksi cemilan yang biaya produksinya tidak sebesar Cascara dan Keripik Ceker yang untuk sementara ini saya putuskan untuk diproduksi hanya jika ada pesanan saja. Mulailah saya hunting bahan baku yang murah dan bisa menghasilkan cemilan sehat yang enak.
Di wilayah Gunung Puntang, banyak pabrik-pabrik tahu tradisional yang dikelola oleh masyarakat setempat, menghasilkan Tahu Cihuni yang sudah dikenal di seluruh Bandung. Adanya pandemi covid tentunya sedikit banyak mempengaruhi usaha mereka. Penjualan menurun drastis. Apa yang bisa saya dan Relawan Sedekah lakukan untuk mensasati keadaan ini? jangan sampai mereka berhenti produksi sama sekali, karena ada banyak pihak yang akan menjadi korbannya.
Saya pun membeli beberapa bungkus tahu cihuni dan membawanya pulang ke rumah. Dengan berbekal hobi saya mengolah makanan dengan bumbu dan keahlian yang apa adanya, saya mencoba mengolah Tahu Cihuni ini menjadi kerupuk tahu. Jika biasanya kerupuk tahu yang dijual di pasaran adalah kerupuk tahu yang diolah dari kulitnya, maka saya memiliki ide untuk membuat kerupuk tahu dari bahan tahu mentah dicampur aci alias tepung sagu dan diberi bumbu rempah ala saya, tanpa pengawet dan msg agar dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.
Ternyata, di percobaan kedua, percobaan saya berhasil. Kerupuk tahu cihuni ala saya berhasil diproduksi dan rasanya juga enak. Anak-anak saya yang saya minta untuk menjadi kelinci percobaan dan mencicipinya ternyata sangat sangat menyukai kerupuk tahu produksi saya ini. duh, senangnya!
Langkah berikutnya, saya mulai mengonsep packaging yang akan saya gunakan untuk mengemas kerupuk tahu ini. saya memutuskan untuk menjual kerupuk tahu dalam bentuk mentah dan siap goreng agar tidak perlu kesulitan dalam mengemasnya.
Dengan modal seadanya hasil pencairan honor menulis artikel di sebuah website, saya pun mulai membeli kemasan secara satuan, juga mendesain stiker dan logo sendiri. Resmilah beberapa bulan lalu Kerupuk Tahu Makne saya kemas dan jual secara online. Dengan memproduksi Kerupuk Tahu Makne ini, saya berharap masyarakat di Gunung Puntang yang bekerja memproduksi tahu dapat bertahan hidup karena produksi dapat terus berlanjut.
Oh ya, satu produk lagi yang saya coba produksi adalah Sambal Tabur yang saya beri nama Sambal Tabur Ceu Imas. Sambal Tabur tanpa pengawet dan msg serta bahan kimia lainnya ini telah lama menjadi favorit keluarga. Saya memang selalu membuatnya agar tidak perlu membeli produk sambal tabur serupa di pasaran yang kesehatannya belum tentu terjamin dan sudah sering menjualnya untuk teman dan keluarga yang memesan.
TERTARIK DENGAN KOMPETISI #MODALPINTAR UNTUK MEWUJUDKAN MIMPI BESAR KAMI
Sekali lagi, keinginan saya untuk memulai usaha yang akhirnya saya beri nama Digiefood ini, bukanlah demi mendapatkan keuntungan semata bagi perekonomian pribadi saya sendiri. Ada mimpi besar di baliknya. Mimpi untuk bisa menjadi sukses dan kaya raya agar saya dan team Relawan Sedekah lainnya mampu berdaya dari segi ekonomi dan bermanfaat lebih banyak untuk masyarakat sekitar kami yang membutuhkan.
Saya mencoba untuk mengolah dan memproduksi sendiri semua produk yang saya jual, dengan harapan ke depannya nanti saya mampu memberdayakan masyarakat binaan Relawan Sedekah terutama masyarakat di Gunung Puntang yang secara perekonomian ada di wilayah menengah ke bawah.
Saat ini, saya mulai menjalankan misi saya ini dengan cara melatih beberapa warga di Puntang untuk membuat kerupuk tahu, sementara untuk produksi Sambal Tabur dan Keripik Ceker saya coba turunkan ilmu kepada keluarga yang saat ini kondisinya sedang terpuruk akibat pandemi. Harapan saya, ke depan nantinya saya tak harus produksi sendiri. Urusan produksi bisa saya alihkan kepada masyarakat yang nantinya akan masuk ke dalam struktur usaha kami, sehingga saya bisa berfokus kepada promosi dan memperluas market baik secara online maupun offline.
Nantinya, Produksi kerupuk yang dibuat oleh warga jompo dhuafa di Gunung Puntang, dan Sambal tabur serta keripik ceker yang dibuat di Cimahi akan ditampung oleh Digiefood yang ada di bawah naungan Komunitas Relawan Sedekah dan kami kemas dalam kemasan yang menarik. Hasilnya, sebagian kami gunakan untuk membiayai kegiatan Komunitas dan sebagian lainnya untuk dikembalikan kepada warga dalam bentuk pemberdayaan masyarakat.
Masih banyak mimpi saya ke depan dengan terus menjalankan Digiefood meski masih tertatih karena modal nekad semata. Saya sudah memperhitungkan modal yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha ini. pertama, saya ingin nantinya saya bisa membangun sebuah tempat produksi kecil di Gunung Puntang, di mana saya dan masyarakat di sana akan memproduksi Kerupuk Tahu secara lebih massif sesuai standar operasional, mengurus izin produksi seluruh produk kami pun menjadi proritas utama saya agar produk Digiefood bisa lebih diterima oleh pasar.
Kedua, saya ingin lebih serius menjalankan usaha ini melalui digital marketing yang tentunya juga membutuhkan modal yang tak sedikit untuk beriklan baik di media sosial ataupun di marketplace. Untuk itu, sebagai awal, saya sedang merintis toko online yang saya beri nama Warung Puntang di media sosial dan marketplace, di mana nanti saya akan menjual seluruh produksi saya di sana.
Ketiga, mimpi saya untuk bisa melunasi seluruh hutang-hutang usaha dan membangun bisnis ini menjadi lebih besar lagi agar relawan sedekah bisa mandiri secara total dan mampu membiayai seluruh kegiatannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari sana sini.
Untuk itulah, ketika mengetahui bahwa Sisternet X Bank OCBC NISP mengadakan Kompetisi #ModalPintar ini semangat saya begitu menggebu untuk bisa mengikutinya. Mengapa? Tentu karena kami mengincar posisi juara pertama yang konon akan mendapatkan hadiah berupa modal bisnis sebesar Rp. 25,000,000 (dua puluh lima juta rupiah) juga mendapatkan free sesi foto produk yang selama ini jujur belum pernah mampu kami buat secara maksimal.
Saya membayangkan, andai saya bisa terpilih menjadi salah satu juaranya, pasti hadiahnya akan sangat sangat berguna bagi saya dan komunitas Relawan Sedekah untuk makin mengembangkan bisnis kuliner kami ini demi seluruh yatim dhuafa dan jompo binaan kami.
Kami sadar, warga yang menjadi binaan kami tentunya tak bisa kami suapi terus menerus. Kami harus berpikir keras untuk dapat memberikan mereka kail bukan ikannya. PR terbesar kami adalah bagaimana caranya, mereka, masyarakat yang tidak mampu, dapat kembali menghidupi diri dan keluarga mereka secara mandiri.
Untuk itulah, Digiefood saya bangun, agar mimpi kami ini dapat terwujud. Dan untuk itulah, saya sangat berharap hadiah dari kompetisi #ModalPintar ini dapat kami peroleh, karena Digiefood, bisnis yang jatuh bangun saya rintis sejak bertahun lalu dengan modal apa adanya ini adalah kail yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat binaan kami pada khususnya.
Saya memperkirakan, dengan modal Rp. 25 juta rupiah tersebut (meski masih berupa mimpi belaka), saya akan dapat membangun tempat produksi sederhana di Gunung Puntang, serta dapat membiayai produksi Teh Cascara, Keripik Ceker, Kerupuk Tahu dan Sambal Tabur yang saat ini mulai diminati masyarakat. Dengan modal tersebut, saya akan berjuang keras agar penjualan ke depan juga dapat berjalan baik, menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk melunasi hutang produksi, membiayai kegiatan sosial relawan sedekah, dan membantu perekonomian keluarga baik bagi saya pribadi maupun bagi semua masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Selain itu, ada banyak mimpi yang masih ingin kami wujudkan melalui Digiefood ini. Mimpi yang tak akan pernah mampu dihentikan oleh apapun, bahkan oleh kondisi seperti saat ini. Jika kelak mimpi-mimpi itu dapat terwujud dan berhasil, tentunya kami akan mampu meluaskan sayap kami ke wilayah-wilayah lainnya yang juga membutuhkan pembinaan dan bimbingan dari kami.
Percayalah, sebuah mimpi besar tak harus dimulai oleh orang-orang besar. Kita semua, yang mungkin bukan siapa-siapa, pastinya juga mampu menjadi penerang bagi sekitar. Kuncinya hanyalah MAU. Jika kita sudah MAU, Tuhan pasti akan Memampukan kita.
Bismillah, perjalanan Panjang baru saja akan dimulai oleh Komunitas Relawan Sedekah. Semoga, perjalanan ini mendapat restu-Nya, dan dapat menjadi manfaat untuk semua.
INSTAGRAM: @WarungPuntang