Sosok perempuan tangguh yang kupanggil dengan sebutan “Mama” itu telah lama tiada untuk selamanya. Pergi meninggalkan aku dan semua kenangan manis saat bersama. Tak pernah ada setitikpun kenangan buruk maupun pahit. Bahkan ketika kau marah besar padaku, si bungsu yang belum bisa membahagiakanmu ini, hal itu tetaplah menjadi kenangan terindah dalam ingatanku.
Foto: dokumentasi pribadi
Ma, aku baru sadar bahwa ternyata menjadi seorang ibu dibutuhkan lebih dari sekedar sabar. Bahwa menjadi seorang ibu juga dibutuhkan fisik dan mental nan pantang melemah, meski badai cobaan hilir mudik berganti. Akupun sama sekali tak pernah menyangka bahwa perjuangan menjadi seorang ibu sedemikian rupa rasanya.
Aku justru baru menyadari, setelah sekarang aku menjadi seorang ibu. Aku belajar banyak hal darimu, Ma..
Sepertinya, tak ada barisan kata yang cukup untuk mengukir rasa bangga, syukur, dan terima kasihku pada Tuhan karena telah menciptakan seorang ibu yang begitu hebat dalam kehidupanku. Seorang ibu yang begitu kuat dan berserah diri, bahkan di detik-detik terakhir Yang Maha Kuasa memanggilmu untuk “pulang”.
Tahukah kau, Ma, di saat itulah separuh napasku seolah terenggut dengan paksa..
Ma, saat ini yang bisa kulakukan hanyalah tak pernah putus berdoa, bahkan di setiap hela napas dan aliran darahku. Semoga Mama, dan juga Papa, pasangan sehidup sematimu, diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT.
Dear Mama in heaven, you may be gone from my sight, but not from my heart. And no one will ever take your place.
I love you, Ma, forever..