Sisters, kamu pernah dengar istilah ‘latte factor’? Eits, bukan varian kopi, lho! ‘Latte Factor’ adalah istilah yang diperkenalkan oleh seorang pakar keuangan kenamaan, David Banch. Penasaran dengan artinya?
David Banch mengatakan istilah tersebut terinspirasi dari kebiasaan milenial yang hangout dengan membeli kopi seharga Rp.35.000 per cangkir - sebuah harga yang relatif mahal. Meskipun demikian, mereka tidak merasa terbebani, bahkan menjadikan hal tersebut sebagai sebuah rutinitas. Bukan hanya soal rasa, tapi juga mengejar gengsi.
Kebiasaan membeli kopi dalam intensitas yang sering bisa menjadi penyebab ‘kebocoran’ pada keuanganmu. Nah, pengertian ‘latte factor’ sebenarnya yaitu pengeluaran kecil namun dilakukan secara berkala sehingga mencapai jumlah akhir mengejutkan. Istilah lainnya adalah ‘bocor halus’ seperti yang biasa terjadi pada ban kendaraan.
Kebocoran terjadi secara perlahan hingga akhirnya ban kempes dan tidak dapat berfungsi. Apakah kamu termasuk dalam kelompok yang mengalami situasi ‘latte factor’ atau ‘bocor halus’ seperti ini? Jika iya, maka sebaiknya sedini mungkin menyingkirkan kebiasaan buruk tersebut, Sisters.
Kebiasaan ‘bocor halus’ ini tidak hanya berkaitan dengan kebiasaan minum kopi kekinian, ya. Banyak sekali pengeluaran lain yang tampak sepele namun sebenarnya justru menyedot gajimu habis-habisan. Contohnya aplikasi pemesanan makanan online, pembayaran cashless, dan pusat perbelanjaan daring yang menjadi godaan besar bagi milenial yang akrab dengan teknologi.
Jika itu sudah terjadi, biarlah terjadi. Yang terpenting adalah kamu bisa mulai dari sekarang untuk menata diri agar tidak terus terjebak dalam ‘latte factor’ tersebut. Misalnya dengan cara-cara berikut:
Memprioritaskan Kebutuhan Hidup, Bukan Gaya Hidup
Hal pertama yang wajib kamu lakukan adalah hidup dengan mengutamakan kebutuhan dan bukannya kepuasan. Makanan pokok seperti beras, air minum, lauk dan sebagainya merupakan bagian dari keperluan yang wajib terpenuhi. Sementara minuman kekinian, arisan dan sejenisnya adalah untuk pembuktian diri.
Artinya, kamu wajib merinci pengeluaran yang bersifat penting dan tidak. Dengan begitu, kamu akan dapat menghemat uangmu dalam jumlah yang cukup besar. Tapi bukan berarti kamu harus pelit sama diri kamu sendiri, ya. Hanya saja, diatur sedemikian rupa dan jangan sering-sering.
Meminimalisir Penggunaan Aplikasi Konsumtif
Menyimpan aplikasi yang bersifat konsumtif seperti E-commerce, layanan pesan antar makanan, serta dompet elektronik bisa memberi efek sugestif yang kuat terhadap kamu. Jadi, sebaiknya hapus aplikasi-aplikasi tersebut atau minimalisir penggunaannya semaksimal mungkin. Jika perlu pasang proteksi berlapis sehingga membukanya saja ribet dan membuat kamu malas.
Membeli Barang Berdasarkan Kualitas
Kamu suka membeli sesuatu yang murah karena merasa dapat menghemat pengeluaran? Jangan salah, karena kebiasaan ini bisa jadi berujung ‘bocor halus’. Jika barang yang kamu beli itu murah tetapi kualitasnya bagus, tidak ada masalah. Namun jika kualitasnya buruk dan membuatmu membeli berkali-kali? Bukannya hemat, justru lebih boros dari semestinya.
Rajin Menabung dan Berinvestasi
Terakhir, selalu alokasikan sisa uang yang kamu miliki untuk ditabung dan digunakan investasi. Jangan menggunakan prinsip usia muda untuk menghalangi kamu melakukannya. Justru, semakin awal kamu menanam, semakin banyak yang kamu panen di masa depan. Daripada digunakan memenuhi gengsi, bukankah lebih baik jika uangmu bisa menghasilkan profit?
Menabung bukan sesuatu yang asing di telinga sehingga kamu pasti bisa langsung melakukannya. Bahkan saat ini mungkin sudah memiliki rekening aktif untuk menyimpan uang yang dimiliki. Namun, bagaimana dengan investasi?
Inilah poin yang awam bagi sebagian besar masyarakat di berbagai kalangan usia. Stigma yang terlanjur beredar bahwa investasi terlalu berisiko sehingga diperuntukkan kalangan tertentu saja membuat publik enggan mencoba. Padahal, investasi tidak semenakutkan itu karena peluang menghasilkan profitnya lebih besar daripada merugi.
Kunci sukses berinvestasi bagi milenial adalah ketepatan dalam memilih objek serta vendor penyedia. Objek yang stabil dan vendor yang bermain fair dalam transaksi ini akan membuat investasimu menghasilkan keuntungan sesuai harapan.
Kamu pasti mampu menerapkannya untuk mencegah terjadi 'latte factor', Sisters. Semangat!