Sisters, belakangan ini, banyak individu yang mencari rasa aman secara finansial dengan bekerja. Mengapa demikian? Karena biasanya itulah yang diajarkan oleh orang tuanya.
Prinsip keamanan finansial ditanamkan lebih dalam daripada kebebasan finansial.
Dengan pendidikan tinggi, banyak yang merasa pendidikannya lebih bermanfaat jika digunakan untuk bekerja daripada berbisnis atau berinvestasi.
Namun tidak sedikit juga yang gerah dan memilih untuk berbisnis dengan harapan bisa memperoleh kebebasan finansial.
Mereka memikirkan masa depannya dan berharap bisa keluar dari keamanan finansial menjadi bebas finansial.
Namun rasa takut untuk menjadi wirausaha pasti ada, karena tidak semua bisnis bisa berhasil. Alih-alih menjadi bebas finansial, bisa saja kita malah kehilangan keamanan finansial yang sudah ada selama ini.
Jadi, sebenarnya lebih baik menjadi wirausaha atau karyawan sih?
Sebenarnya keduanya sah-sah saja dilakukan, karena banyak cara untuk menghasilkan uang.
Nah, kali ini nggak ada salahnya kamu melakukan pertimbangan dengan dasar-dasar sebagai berikut:
Salah satu perbedaan signifikan antara menjadi wirausaha dan karyawan adalah pada sistemnya.
Seorang wirausaha yang sukses sudah menciptakan sebuah sistem dimana dirinya dapat meninggalkan bisnis mereka selama setahun dan mungkin menemukan bisnisnya telah berkembang pesat saat ia kembali.
Namun tidak demikian bagi seorang karyawan. Karyawan justru merupakan bagian dari sistem itu sendiri, sehingga jika ia meninggalkan pekerjaannya selama setahun, kemungkinan besar karirnya hancur tak bersisa.
Jadi bisa dibilang seorang karyawan akan sulit meluangkan waktu, karena bekerja sebagai sebuah sistem yang bertanggung jawab dengan kemampuannya.
Dengan demikian secara otomatis penghasilannya juga terhenti jika ia mengambil libur panjang.
Berbeda halnya dengan wirausaha yang perusahaannya masih berjalan seperti biasanya dengan keberadaan staff dan seluruh karyawannya sehingga saat ia berlibur, penghasilannya tetap mengalir masuk.
Namun penting bagi wirausaha untuk bisa mengendalikan sebuah sistem dan mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain.
Karena meski berbisnis sendiri, namun semuanya dipegang sendiri, ya sama saja dengan bekerja sebagai karyawan.
Kamu harus bisa belajar mendelegasikan pekerjaan dan membentuk sebuah sistem yang baik. Bayangkan berapa banyak waktu yang dapat kamu gunakan untuk melakukan hal yang jauh lebih penting jika berhasil.
Suka duka kedua ini umumnya menjadi penentu keputusan untuk menjadi wirausaha atau karyawan.
Saat kamu bertanya kepada seseorang apakah kamu rela melepas pendapatan tetap dari pekerjaan untuk mencoba menjadi wirausaha, biasanya risikolah yang pertama kali dipikirkan.
Tentunya, menjadi seorang wirausaha memiliki risiko yang tinggi. Kamu tidak akan lagi memperoleh pendapatan tetap layaknya karyawan, pendapatanmu berubah dari waktu ke waktu.
Banyak orang yang akan berpikir, “Bagaimana jika bisnis gagal dan saya bangkrut?”
Namun pernahkan kamu berpikir, “Bagaimana jika bisnis sukses dan saya menjadi miliarder?”
Jadi, bisa disimpulkan bahwa disini kamu perlu melihat toleransi risikomu, Sisters.
Saat kamu siap merisikokan pendapatan tetap kamu untuk peluang lebih besar (namun bisa juga lebih kecil loh ya), maka kamu boleh menjadi wirausaha. Namun jika kamu lebih memilih aman, maka kamu bisa tetap menanjak karir.
Poin ketiga ini mungkin bukan suka duka, namun ini bisa dijadikan pertimbangan apakah kamu lebih sesuai bekerja atau berbisnis. Pertama-tama, cobalah jawab pertanyaan ini dalam hati, “Apakah kamu dapat membuat hamburger yang lebih baik daripada McDonald’s?”
Seorang karyawan umumnya berpikir untuk menghasilkan burger yang lebih baik, sedangkan seorang wirausaha menginginkan sistem bisnis yang lebih baik.
Karyawan cenderung mementingkan kualitas, ia berpikir bahwa dirinya mampu menghasilkan burger yang jauh lebih baik dari McDonald’s tanpa memikirkan bahwa ia takkan mampu menghasilkan ratusan burger per hari jika ia mengerjakan semuanya sendiri.
Sedangkan wirausaha lebih memikirkan bagaimana sistem yang sebaiknya diterapkan agar bisnis tersebut dapat berjalan sendirinya tanpa kehadirannya dan memperoleh kesuksesan lebih daripada McDonald’s.
Jujur saja, sebagai seorang karyawan kita akan selalu takut tersingkir oleh sistem atau seseorang yang lebih baik. Hal ini disebabkan bahwa selamanya karyawan adalah karyawan, yang bisa digantikan atau diberhentikan kapan saja.
Sementara itu, seorang wirausaha tidak perlu takut dirinya dipecat atau digantikan, karena dia adalah bos atas dirinya sendiri. Namun bukan berarti menjadi wirausaha tidak ada ketakutan.
Seorang wirausaha juga akan selalu takut bisnisnya hancur. Dengan demikian, keduanya sama-sama memiliki ancaman. Hanya saja ancamannya berbeda.
Namun jelas bahwa keduanya perlu terus mengembangkan diri agar bisa memberikan yang lebih baik dan meminimalkan ancaman yang menghantuinya.
Pernahkah kamu sebagai seorang karyawan berpikir, “Duh jenuh kerja terus seperti ini. Kalau jadi wirausaha enak ya bisa santai-santai uang mengalir terus.”?
Tapi tahukah kamu, bahwa di saat seorang karyawan memikirkan tanggung jawabnya sebagai pekerja, seorang wirausaha juga memiliki tanggung jawab atas bisnis dan seluruh karyawannya?
Jadi sebenarnya keduanya punya tanggung jawab, hanya saja tanggung jawabnya berbeda. Memang betul wirausaha bisa berlibur dan tetap memperoleh uang, seperti telah diungkapkan pada poin pertama tadi.
Namun bukan berarti ia melepaskan tanggung jawabnya. Dirinya tetap harus bertanggung jawab saat ada masalah dalam perusahaan.
Sementara sebagai karyawan, kamu tidak perlu peduli pada kesuksesan perusahaan dan sesama rekan kerja. Gaji akan tetap kamu terima dengan rutin setiap bulannya.
Di samping banyaknya perbedaan pada wirausaha dan karyawan, sebenarnya tampak bahwa keduanya sama-sama memiliki beban dan kewajiban masing-masing.
Jadi, kamu bisa lebih bijak sebelum memilih untuk bekerja atau berbisnis. Mana yang sesuai dengan preferensimu, apakah menjadi wirausaha vs karyawan, Sisters?