Lestari Jamuku, yang didirikan oleh Intan Rahmaningtyas, adalah sebuah perusahaan sosial yang bertujuan untuk melestarikan dan memodernisasi budaya minuman herbal tradisional Indonesia, “jamu.” Inisiatif ini dimulai pada tahun 2019, terinspirasi dari interaksi mereka dengan para penjual jamu. Perjalanan mereka menjadi sebuah misi untuk menjembatani kesenjangan antara praktik tradisional dan konsumen modern. Mereka bekerja secara langsung dengan petani jamu lokal dan penjual jamu tradisional, memberikan peluang perdagangan yang adil dan memberdayakan masyarakat.
Bisnis ini menjual berbagai produk jamu, termasuk kunyit asam, beras kencur, dan gula jahe, dalam botol kaca. Produk-produk ini dipasarkan sebagai pilihan siap minum dan varian yang lebih tahan lama, yang menarik bagi pelanggan tradisional dan modern yang sadar akan kesehatan. Pada tahun 2023, Lestari Jamuku memproduksi 300 liter jamu per bulan, bersumber dari bahan baku yang berkelanjutan dan diolah secara tradisional untuk mempertahankan manfaat kesehatannya yang otentik.
Lestari Jamuku juga berfokus pada pendidikan dan lokakarya untuk memastikan bahwa tradisi pembuatan jamu dapat terus berlanjut. Dampak sosial mereka diakui ketika mereka memenangkan “Best Social Impact Award” di Youth Co:Lab National Bootcamp 2023, yang semakin mendorong upaya mereka untuk mengintegrasikan kewirausahaan sosial dengan inklusivitas masyarakat dan praktik bisnis yang berkelanjutan.
Lalu bagaimana sih, perjalanan Lestari Jamuku ini hingga bisa menyabet Juara 1 Kompetisi Modal Pintar Sisternet 2024? Yuk kita ngobrol langsung dengan foundernya, yaitu Sister Intan Rahmaningtyas!
Q: Boleh dong diceritakan siapa sih, sosok Intan Rahmaningtyas itu?
A: Intan itu, bukan yang lahir dari keluarga pebisnis – bukan juga keturunan pembuat jamu. Ibunya dulu bercita-cita anaknya ini jadi Dokter umum, sih. Walau nggak terjadi pula. Tapi diberi kebebasan dari kecil untuk ikut kegiatan sosial. Jadilah akhirnya tumbuhnya kental juga di urusan sosial seperti bidang kesehatan sampai jadi mahasiswa.
Intan dan “bisnis” jadi lekat karena teman-temannya sering bilang dia jago memasarkan sesuatu, kalau ada “sesuatu” barang/jasa yang dia sebarkan kelebihannya – orang lain bisa ikut terpengaruh beli. Jatuh cinta penuhnya di dunia bisnis ternyata cocok dengan kepribadiannya yang mudah bosan atas satu aktivitas monoton saja. Semua aspek yang komplit dan beragam dalam entrepeneurship bikin Intan nggak pernah kehabisan cara menghidupi ide. Lewat bisnisnya di Lestari Jamuku, Intan akhirnya mengawinkan nih antara kecintaannya juga di bidang kesehatan dan bisnis. Klop.
Q: Bagaimana Sister Intan awalnya ‘kecemplung’ dalam dunia entrepreneurship ini?
A: Sebenarnya di Tahun 2019 , aku kerja pertama kali keterima di sebuah perusahaan yang bidangnya jauh sekali dengan jurusan kuliah. Dunia makanan dan minuman sehat, ya. Setelah beberapa tahun pindah ke kantor lain, ternyata hatiku kaya “nyangkut” di dunia itu. Dari sana aku punya mimpi, suatu hari yang –entah kapan– akan punya bisnis di dunia makanan/minuman atau yang biasa disebut FNB.
Sempat bekerja di kantor selama 3 tahun, 2022 pertengahan aku memutuskan resign. Waktu itu upaya untuk riset resep jamu dan target market sudah mulai ada, cuma belum diseriusin dan tentunya nggak maksimal, ya. Rasa masih berantakan, packaging tentu, perizinan baru setengah jalan. Saat resign yang ada di kepala : “Kalau ini works selama 6 bulan, aku akan lanjutin. Kalau engga, mungkin Jalan Tuhan aku balik ke kantor lagi untuk kerja”
Dan ternyata, Lestari Jamuku sejak hari itu nggak pernah berhenti dapat kesempatan buat memenuhi kebutuhan sehat orang di Ibukota ;) jadilah hari ini di penghujung 2024, aku yang kecemplung akhirnya jadi full-time entrepeneur.
Q: Boleh diceritakan awal mula ketertarikan Sister Intan pada jamu? Dan mengapa memilih produk jamu sebagai lahan bisnis?
A: Aku dan partner ku di Lestari Jamuku, ketemu di 2018 dan ternyata sama sama “ketemu” nih kalau kita suka sama Jamu. Aku besar di Banjarmasin, dia besar di Tangerang - yang ternyata waktu kecil dikenalin jamu sama peran jamu gendong. Sejak tahun itu juga setiap kami ketemu mbok jamu, mau yang gerobakan, gendongan atau pakai sepeda motor — kita selalu stop. Mampir, minum, ngobrol.
Tapi ternyata berasa sekali, kalau kehadiran jamu gendong mulai jarang atau menurun. Nggak cuma dari pengalaman kami, tapi juga teman teman terdekat. Salah satu jamu gendong favorit kami, Bude, meninggal di 2020 awal setelah kami sempat masuk dapurnya sebanyak dua kali (dengan tujuan belajar). Saat kami tanya ke keluarga (anak dan suaminya) tidak ada satupun yang tahu tentang resep, bahan jejamuan yang sudah Bude jual selama puluhan tahun. Disanalah jadi titik sadar, ternyata kehadiran jamu gendong menurun karena berbagai faktor — yang menyebabkan mulai punahnya resep jamu tradisional, hilangnya profesi jamu gendongan (sebagai garda kesehatan berbagai lapisan masyarakat). Yang tetap butuh upaya untuk dilestarikan.
Secara pribadi, kecintaan aku terhadap jamu muncul karena aku memiliki riwayat penyakit pencernaan sensitif sejak umur 12 Tahun. Proses pemulihanku sampai hari ini dibantu dengan Jamu terutama Kunyit. Dari sana aku sadar kalau sehat itu bisa diupayakan dari rumah, dari dapur sendiri , bisa minim efek samping dan aksesibel buat semua orang.
Jamu jadi lahan bisnis potensial di mata kami, karena orang Indonesia itu unik. Mereka diajarkan turun temurun sesuatu yang bermanfaat untuk kesehatan – dan mendarah daging menjadi belief yaitu Jamu. Di negara lain tidak banyak terjadi. Ditambah adanya perubahan Healthy living behaviour pasca pandemi, jadi orang-orang mulai punya konsen lebih kepada kesehatan dan mengupayakannya dari aktivitas olahraga, sampai memaksimalkan bahan konsumsi pangan yang sehat. Masuk diantaranya si jamu. Kekuatannya double nih, ada belief juga didalamnya.
Melihat data – masih ada lebih dari 9400 spesies tanaman obat yang belum termanfaatkan dengan baik. Penyakit yang semakin spesifik di masyarakat akan dapat diselesaikan dengan potensi tanaman obat tersebut pula.
Q; Apa saja hambatan dan pencapaian Lestari Jamuku hingga sekarang, dan pengalaman apa yang paling berkesan?
A: Hambatan kami banyak dari sisi produk dan riset, ya. Jadi untuk Jamu, dia juga sama seeprti minuman lain yang mengalami fermentasi. Jamu harus dikirim cepat, aman dan dalam suhu yang stabil dalam waktu yang sama. Ada batasan dimana akhirnya jamu tidak bisa dikirim dalam jangkauan tertentu karena tidak tercakup pengiriman yang mengakomodir penyimpanan dingin. Jadi ada batasan target market juga, yang anntinya kami usahakan dengan inovasi bentuk jamu terbaru.
Pencapaian terbesar selain datangnya lebih dari 3000 orang yang terbantu atas jamu, tentunya banyaknya orang-orang yang selama ini tidak suka jamu akhirnya meminum lagi , bahkan mulai membuat sendiri dirumah karena mencoba Jamu dari Lestari Jamuku yang sudah disesuaikan dengan preferensi mereka.
Beberapa warga jamu (begitu kami memanggilnya) juga ada yang memulai bisnis jamu di daerahnya karena terinspirasi Lestari Jamuku. Ini selaras dengan kami yang sadar betul, kalau usaha “melestarikan” itu nggak bisa dilakukan sendiri, harus serempak.
Paling berkesan tentu saat Temu Jamu kami di Filipina. Dari Cerita hulu ke hilir jamu , cerita wanita jamu gendong, bakul jamu besar, sampai jamunya lengkap tiba di sana. Kami memasak dari bahan mentah untuk lebih dari 10 Liter Jamu – langsung. Lestari Jamuku diberikan kesempatan untuk jadi opening remarks entrepeneur satu-satunya dengan membawa Bakul Jamu Gendong ke atas panggung. Tidak hanya menerima feedback baik dari rasa dan presentsi, Lestari Jamuku juga menerima permintaan buyer dan market dari negara lain. Hal ini jadi penanda besar, Jamu tidak hanya bisa menjadi alat untuk “accessible wellness” di Indonesia, tapi juga dunia.
Lestari Jamuku juga dipercaya oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mengadakan workshop jamu dan menyampaikan isi Kitab Dayasarana (Jampi) yang ditulis pada Tahun 1836 yang melalui proses panjang pengalih bahasaan.
Q: Untuk bahan baku, Sister Intan bekerja sama dengan petani lokal, bagaimana pendekatannya?
A: Pendekatan dengan petani kami mulai dengan pendekatan ke Jamu Gendong dulu, selama kurang lebih satu tahun. Jadi ibarat model sampling, kami pakai snowball. Dari pendekatan ke Jamu Gendong, kami meminta untuk ikut ke kampung halaman mereka dimana Petani Rempah berada. Minta dikenalkan, hingga kami ikut tinggal selama beberapa waktu untuk benar-benar tahu keseharian mereka, perjalanan rempah di lapangan, dan kesulitan prosesnya apa saja.
Hal tersebut kami lakukan berkali-kali sejak Tahun 2021, sampai akhirnya menemukan kesepakatan untuk bisa membawa hasil rempahnya ke kota untuk bisa diolah menjadi Jamu. Kami suka ajak petani diskusi tentang apa saja, setiap suara mereka harus masuk hitung. Memastikan wajah dan upaya mereka terpampang di media, juga jadi salah satu penghargaan buat mereka ternyata.
Kolaborasi yang kami lakukan tidak sekadar seperti beli putus – tapi kalau ada masalah di lapangan, maka kami harus punya andil solusi. Semisal beberapa waktu lalu, petani sempat mengeluh lahannya sulit ditanami beberapa jenis rempah. Hasil tanahnya kami bawa ke partner, untuk dilakukan test lab dan diberikan rekomendasi pupuk dan cara tanam. Pendekatan yang sama-sama menguntungkan, ibaratnya. Masalah sama dipikul, senang sama dijinjing.
Per hari ini, tidak terbatas rempah yang ada –kami juga terus berkolaborasi memetakan tanaman obat dan hasil bumi tidak terangkut apa saja yang tersedia. Beberapa lahan tidak produktif, kami adakan untuk tanaman obat seperti Bunga Telang, kami anggarkan bibitnya, petani eksekusi. Silaturahmi kami ke Desa, kami lakukan sebanyak dua kali setahun.
Q: Selama perjalanannya, apakah Sister Intan pernah merasa ‘down’? Dan bagaimana cara mengatasinya?
A: Pernah, banget. Tapi dulu mentorku selalu bilang– entrepreneur kalau nggak pernah down dia nggak akan maju maju alias nggak bikin perubahan. Caranya adalah, aku biasanya akan banyak ngobrol sama teman sesama entrepeneur, ya. Supaya nggak merasa sendiri, kalau sebenarnya masalah akan selalu ada – cuma tinggal badainya dilewatin aja.
Kedua, aku akan banyak banget coba mengingat masa-masa awal aku niat untuk jadi entrepreneur dan bantu orang dengan produk yang aku punya dan jembatani. Kalau lihat feedback orang-orang, motivasi dari mereka – rasanya aku bisa lebih lega aja karena ternyata kehadiranku dan bisnisku bener bener dibutuhkan orang banyak.
Q: Pembelajaran apa yang Sister Intan dapatkan dengan mengikuti KMP 2024 ini?
A: Banyak, sekali. Aku ngerasa gak rugi sama sekali pernah mendedikasikan diri ikut kelas, dan ngerjain tugas. Tugas yang ternyata buat Lestari Jamuku, dan pribadi – malah jadi merombak banyak plan dan arah bisnis kami. Tahun 2024 ini tahun kembimbangan kami sebenarnya buat mau kemana, ya? Terlalu banyak opsi. Lewat KMP diingetin berkali -kali kalau plan ini juga harus seimbang sama rencana ownernya. Jujur selama ini aku cuma mikirin bisnisnya, tapi nggak pernah merasa bahwa “aku” juga harus diprioritaskan.
Mindset aku banyak bergeser, rencana itu nggak selalu harus “wah” tapi intinya yang dilakukan, yang mampu menyelesaikan masalah , dan bikin kita jalan terus aja sudah lebih dari cukup. Belum lagi dari perbaikan dari cara penyusunan laporan keuangan, strategi marketing, sampai cara pitching. Perubahan kami sebelum dan sesudah KMP itu berasa sekali. Lebih banyak percaya diri nya, lebih optimis juga.
Q: Dengan hadiah berupa modal, kira-kira Lestari Jamu akan membuat inovasi baru apa kah?
A: Lestari Jamuku membaca beberapa perkembangan dari customer, yang mulai banyak melakukan konsultasi terkait kebutuhan jamu untuk mendukung kesuburan, sampai ke fase hamil. Dari sana kami ingin memenuhi kebutuhan dalam women journey secara lebih utuh melalui jamu. Jadi jamu nantinya juga akan melengkapi kebutuhan Ibu pasca melahirkan dan menyusui. Beberapa produk spesifik akan muncul dari proses inovasi yang didukung oleh modal yang diberikan oleh Kompetisi Modal Pintar 2024.
Q: Tips untuk sesama womenpreneur di luar sana?
A: Untuk sesama womenpreneur, jangan lupa kalau di dunia ini kita hidup gak pernah sendiri. Walau didalam atau diluar bisnis banyak beberapa peran yang kita rangkap jadi satu, menerima dan meminta bantuan lewat kolaborasi itu nggak ada salahnya. Jangan pernah berhenti buat belajar apapun, sekecil apapun ilmunya. It’s okay untuk kadang merasa nggak baik-baik saja, kalau kita usahakan kecil-kecil , pasti ada “buah” nya nanti! Semangat!