Hai sisters, perkenalkan namaku Prita Hendriana Wijayanti atau biasa disingkat Prita HW biar lebih familiar dan mudah diingat. Aku ibu dari dua orang putra berusia 5 dan 3 tahun. Saat ini, aku tinggal di Jember, Jawa Timur, dan aktivitas sehari-hariku adalah menjadi istri, menemani anak-anak bertumbuh dan berkembang di usia golden age nya, menulis di personal blog, berbagi dan berbicara di kelas-kelas dan workshop yang berkenan mengundangku, dan juga mengelola bisnis jasa di bidang pendidikan dan pelatihan bernama The Jannah Institute.
Sejak dulu, passion ku memang di bidang pendidikan yang esensinya selalu berkaitan dengan dunia literasi. Aku bukan kuliah di program studi pendidikan yang sudah biasa praktik mengajar, tapi program studiku Ilmu Informasi & Perpustakaan lumayan menjadi pondasi dari apa yang aku lakukan sekarang. Berkomunitas dan berkumpul dengan orang-orang yang se-passion adalah kebahagiaan tersendiri. Karena itu, saat berkuliah dulu, aku membentuk jaringan pengelola taman baca & perpustakaan independen di Surabaya dan meluas di Jawa Timur. Selain itu, aku juga bergabung sebagai relawan lingkungan hidup di sebuah NGO, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur yang kemudian membawaku mengenal dunia fasilitasi dan training makin dalam.
Kadang idealisme tak berbanding lurus dengan realita. Karena persoalan rumah tanggaku di pernikahan pertama dulu, di tahun 2011 aku memutuskan untuk bekerja kantoran di sebuah perusahaan advertising di divisi marketing yang mengharuskanku bertemu dengan banyak orang. Dan, ini masih menjadi passion ku pula.
Aku resign dari perusahaan advertising tersebut saat memasuki gerbang pernikahan keduaku saat ini, di akhir tahun 2015. Biasalah, tuntutan marketing makin lama makin tak terbendung dan itu cukup mempengaruhi kesehatan mentalku yang baru saja berdomisili di Bekasi, sesuai asal suami.
Bersyukur sekali suamiku juga memiliki passion yang sama dalam berkomunitas dan punya ketertarikan yang tinggi berbicara tentang dunia pendidikan, utamanya pendidikan non formal. Suami mendukung apa yang aku lakukan selepas resign. Aku mulai menjalankan peranku yang dulu, aktif mengelola rumah baca di salah satu jejaring relawan pendidikan di Bekasi. Sejak itu pula, aku pun mulai sering diundang berbagi ke sekolah-sekolah maupun komunitas. Aku merasakan diriku kembali lagi menemukan jati diri yang sesungguhnya.
Suatu saat di tahun 2016, suamiku memberikan masukan, “daripada menunggu undangan menjadi narasumber, kenapa nggak membuat kelas sendiri aja, supaya nggak menunggu bola.” ucapnya. Aku mulai memikirkan kalau idenya itu masuk akal. Hingga kami memutuskan untuk berpindah domisili ke kampung halamanku di Jember untuk mencari peruntungan baru dan menepi dari keramaian ibu kota. Maklum, Bekasi bisa dibilang kota penyangga Jakarta yang juga cukup sibuk.
Awal 2017 itulah, aku dan suami mulai mencari ‘jalan’ dengan mengikuti komunitas-komunitas yang se-passion dengan kami. Aku mulai terhubung dengan komunitas literasi dan rajin mengadakan diskusi santai bersama. Sampai suatu kali, atas dorongan dari lingkar komunitas tersebut, aku menyelenggarakan Kelas Public Speaking for Kids untuk pertama kalinya. Menurut teman-teman saat itu, di Jember belum ada, sedangkan anak-anak mereka butuh untuk belajar cara mengekspresikan perasaan dan mengungkapkan opini di depan publik. Aku pun didapuk membuka kelas, merancang kurikulum, dan membuka rumahku setiap dua minggu sekali.
Ternyata banyak ibu yang antusias dan mengapresiasi kelas ini. Sehingga tersebarlah dari mulut ke mulut tentang keberadaan kelas Public Speaking for Kids The Jannah Institute. Hingga frekuensi kelas menjadi seminggu sekali dan investasi kelas atas jasa mengajarku ditetapkan dibayarkan di depan untuk memantik komitmen. Tidak lagi dibayarkan per pertemuan setiap kali mereka datang. Dengan jumlah peserta hanya 10 orang per kelas untuk efektivitas praktik presentasi setiap kali pertemuan, kini kelas Public Speaking for Kids telah terlaksana hingga batch 27 dan telah melahirkan kurang lebih 300 alumni.
Ada banyak curhatan ibu-ibu tentang anaknya, mulai dari yang “jago kandang”, introvert dan mengunci diri di kamar saat ada tamu berkunjung, anak yang tak keluar suaranya sama sekali saat kelas, dll yang pada perkembangannya menjadi lebih terbuka, lebih suka bercerita, lebih percaya diri saat diberikan kepercayaan dari guru di sekolah, sampai yang kemudian menjadi pengurus OSIS di SMP karena bekal ilmu public speaking yang diikuti saat di sekolah dasar bersama The Jannah Institute. Aku sangat bersyukur atas semua itu, dan ini menjadi trigger terkuat untuk terus mengembangkannya.
Sampai kemudian, ibu-ibu mulai curhat lagi kalau anaknya yang sudah masuk masa remaja juga ingin terus belajar, begitu juga kakaknya adik-adik yang sudah mengikuti kelas Public Speaking for Kids. Jadilah, mereka meminta The Jannah Institute mengadakan Kelas Public Speaking for Youth. Sejak saat itu, di tahun 2018, dibukalah kelas untuk pelajar dan mahasiswa ini. Saat ini sudah berjalan hingga batch 15 dan telah meluluskan sekitar 150 alumni.
Sama seperti jenjang kids, ibu-ibu mulai bercerita tentang perkembangan yang dialami anak-anaknya. Yang tadinya bingung menekuni passion nya apa, kini sudah makin fokus mengerjakan passion yang akhirnya ditemukan saat mengikuti kelas. Banyak dari alumni yang kemudian bertransformasi menjadi vlogger dan content creator dari salah satu materi di pertemuan, yaitu tentang How to Make A Simple Vlog. Selain itu, sebagian dari mereka juga menekuni dunia profesi public speaking secara profesional dengan menjadi MC, moderator, hingga voice over talent. Senang sekali menemukan fakta-fakta ini.
Berulang lagi, saat jenjang kids dan youth sudah dilaksanakan, circle ibu-ibu di The Jannah Institute Community mulai mengajukan request lagi, yaitu ibu-ibunya juga perlu diwadahi dalam sebuah kelas. Alasannya, ibunya tentu ingin menjadi role model bagi anak-anaknya dengan memberi contoh semangat belajar yang nggak ketinggalan, dan bagi mompreneur serta working mom, memiliki kemampuan public speaking juga menjadi hal penting untuk mendukung bisnis dan karir. Di tahun yang sama, pada tahun 2018, The Jannah Institute pun membuka Kelas Public Speaking for Moms yang saat ini sudah berjalan hingga batch 19, dan sudah menelurkan hampir 200 alumni.
Semua tentu tak berjalan mulus, saat memasuki masa pandemi, aku dan suami harus memutar otak untuk berinovasi karena kelas-kelas offline tak mungkin diadakan dan harus berhenti, entah sampai kapan pada saat itu. Kelas online adalah jawaban. Suami memang partner yang sevisi misi untuk diajak berdiskusi, meski tak jarang kami berdebat. Di The Jannah Institute, ia bertugas sebagai man behind the scene, dengan menjadi fotografer, videografer, desainer grafis, dan mengurusi technical support lainnya. Terutama saat kelas harus berjalan online, butuh device ini itu. Sampai beradaptasi hari ini dengan mode hybrid dimana kelas offline dan online berlangsung secara bersamaan. Sedangkan aku bertugas sebagai man in front of scene. Urusan marketing, jadi talent konten media sosial, sekaligus menjadi trainer dan community relation. Namun, akhirnya saat ini kami dibantu freelance trainer, admin remote, dan social media admin yang juga remote.
Aku dan suami menginisiasi kelas baru yang muncul saat pandemi, menggabungkan skill masing-masing yang paling menonjol. Yaitu Kelas Instagram yang fokus pada penulisan caption dan menghasilkan foto instagramable. Kebetulan aku dan suami juga berpengalaman mengelola blog dan Instagram yang sudah dimonetisasi saat menjalani peran sebagai professional blogger selapas aku resign.
Sempat berjalan sampai batch 15 dengan media Whatsapp Group. Saat ini, aku sedang mengkaji ulang untuk memunculkan model baru dengan datangnya era reels. Namun, berkah tersendiri kami rasakan karena konsistensi menyelenggarakan kelas adalah rekomendasi dari para alumni untuk project lainnya. Saat pandemi, aku di-hire sebagai associate trainer oleh sebuah konsultan untuk Pertamina, berbicara tentang karakteristik media sosial untuk para corporate influencer. Selain itu, juga diminta menjadi mentor untuk para pelaku UMKM di ASPPUK (Asosiasi Pendamping Perempuan UMKM). Hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Selain itu, The Jannah Institute juga membuka Online Blogging Class, sempat offline pada awalnya, lalu saat ini online. Aku sebagai trainer kepenulisan dan suami sebagai trainer untuk tetek bengek yang berbau teknis seperti desain, dll, serta mengajak alumni kelas blog yang sudah terjun secara profesional dan rajin upgrade soal SEO. Kelas ini sudah berjalan 7 batch dengan tingkat basic, intermediate, dan advance. Pendampingan pasca kelas hingga mereka mendapatkan job menulis adalah goals kelas ini.
Kelas lainnya yang berjalan reguler di The Jannah Institute adalah Fun Writing Class yang dirancang untuk anak-anak usia 7-12 tahun yang saat ini sudah berjalan 7 batch. Kelas inilah yang awalnya secara percaya diri akan kubuka lebih dulu saat hijrah ke Jember, namun siapa sangka ternyata Public Speaking for Kids yang lebih dulu menjadi demand dan menarik antusiasme ibu-ibu. Ya, begitulah, aktivitas literasi seperti membaca dan menulis memang perlu ditumbuhkan dengan berbagai kegiatan yang menarik.
Karena tak mudah membuat orang melakukan pendaftaran untuk kelas menulis, aku dengan wadah perpustakaan pribadi yang dibuka untuk alumni sejak awal, dan saat ini dibuka untuk umum, rutin menggelar Book Club for Kids secara gratis untuk menarik minat. Dengan tema-tema tertentu, kami mengajak anak-anak mengenal buku dengan membaca nyaring bersama, bermain dan berkreativitas sesuai tema, hingga menuliskan pengalamannya.
Lain lagi dengan orang dewasa, The Jannah Institute juga memiliki program Online Writing Class yang sudah berjalan hingga 4 batch dan menelurkan sekitar 100 alumni. Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk kelas menulis anak-anak maupun dewasa karena di akhir kelas, kami menerbitkan buku antologi yang juga melibatkan penulis yang juga peserta kelas untuk menjadi marketer, serta me-launching bukunya bersama-sama dengan acara talkshow dan book signing.
Yang membanggakan, banyak dari alumni kelas menulis yang perdana menerbitkan buku antologinya bersama The Jannah Institute, saat ini sudah terbiasa menerbitkan buku antologi berikutnya, bahkan menulis buku solo. Rasa percaya dirinya tumbuh sebagai seorang penulis dari titik awal me-launching buku perdana.
Melihat domisili peserta yang makin beragam, tidak saja di daerah Jember dan sekitarnya seperti kelas offline sebelum pandemi, aku makin optimis bahwa bisnis jasa bidang pendidikan dan pelatihan ini dapat dikembangkan ke depan dengan strategi yang lebih matang, terutama dalam strategi marketing, dan perbaikan management system. Peserta tak hanya datang dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat serta Jabodetabek, tapi juga dari Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, NTB, hingga WNI yang tinggal di luar negeri. Tercatat para alumni ada yang berdomisili di Australia, Belanda, Malaysia, Singapura, Jepang, Jerman, Bahrain, Arab Saudi, Korea Selatan, hingga Amerika Serikat. Salut sekali dengan kemauan dan kemampuan adaptasi mereka mengatur jadwal mengikuti kelas yang berbeda waktu.
Kami terus melakukan evaluasi dari tahun ke tahun, dari apa yang sudah kami jalankan. Tentunya masih terus berproses belajar, salah satunya dengan mengikuti kelas inkubasi bisnis di Kompetisi Modal Pintar Sisternet 2023 ini. Juga menambah jejaring secara terus menerus untuk membangun sinergi dengan banyak pihak untuk program-program yang bisa dijalankan. Kami sadar, selama ini, aku banyak berfokus pada penyelenggaraan kelas-kelas reguler dengan segmen pasar keluarga yang terdiri dari ibu, remaja, dan anak-anak. Tantangannya, dengan jumlah peserta terbatas 10 orang untuk kelas public speaking di tiap kelasnya, dan maksimal 30 orang untuk kelas menulis di tiap kelasnya, kami merasa masih perlu peningkatan untuk bisa mencapai hasil yang lebih lagi dari sisi bisnis. Meskipun, setahun belakangan mulai marak permintaan private session untuk kelas public speaking.
Karena itu, selain business to consumer (B2C), sejak tahun lalu, aku mulai mengembangkan strategi untuk juga fokus ke business to business (B2B). Selain komunitas, sekolah dan kampus, The Jannah Institute telah melakukan in house training untuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) sebagai tahap awal.
Aku menemukan prinsip value ACHIEVE (Agile | Creative | Harmonious | Innovative | Enlighten | Valuable | Empower) dalam menjalankan bisnis ini bersama suami. Selain fokus menemukan potensi individu sejak dini dan membantu mereka menemukan potensi terbaik serta strong passion-nya berbasis kepribadian Islam sesuai visi bisnisnya, aku juga dapat meningkatkan kualitas keluargaku sembari memberikan kebiasaan-kebiasaan baik pada dua anak balitaku.
Rencana pengembangan The Jannah Institute ke depannya :
Semua rencana tersebut tentu membutuhkan upgrade dari semua sisi. Ya ilmu, jejaring, tenaga, pikiran, juga dana. Aku berharap semuanya dapat terwujud melalui program #KMP2023. Aku dan The Jannah Institute layak mendapatkannya karena kami punya goals untuk terus berkembang berpijak dari apa yang sudah kami lakukan dan menjadi best practice hingga hari ini. Doakan aku ya!