Hai sisters!
Kenalin aku Farah, single mother dari 2 orang anak laki-laki. Hobbyku traveling dan olahraga. Aku lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, aku pernah bekerja di beberapa tempat salah satunya adalah sebuah bank bank BUMN. Berawal di tahun 2010 sepupuku dan suaminya memulai sebuah bisnis kuliner bernama OITAKO, yang hanya menjual 2 jenis makanan yakni Takoyaki dan Okonomiyaki. Pada 2013 OITAKO bertransformasi menjadi ChirashiZushi, sebuah local brand asli Surabaya yang menyediakan aneka makanan Jepang dan Korea dengan harga kaki lima agar pasar middle low pun bisa makan sushi. Sebelum ChirashiZushi lahir, sepupuku dan suaminya mengambil private course dengan salah satu chef dari JW Marriot hotel untuk meningkatkan skill mereka memasak kuliner dari negeri Sakura. ChirashiZushi semakin berkembang, aku tergerak untuk turut serta berbisnis namun saat itu naluri bisnis belum benar-benar muncul. Latar belakangku saat itu hanya bagaimana caranya agar aku bisa memanfaatkan uang tabunganku menjadi sesuatu yang bisa menopangku kelak saat aku berada di usia yang tidak lagi produktif. Aku memutuskan menjadi investor di ChirashiZushi. Awalnya ChirashiZushi buka dengan konsep kaki lima (berada di teras sebuah bengkel) dengan tagline Sushi For All. ChirashiZushi menyajikan makanan jepang dengan harga terjangkau namun kualitas baik dan menggunakan bahan yang 100% halal. Dari hanya 1 gerai saat itu sampai akhirnya kami memiliki beberapa gerai di Surabaya dan Malang. Namun pandemi datang dan satu per satu gerai kami terpaksa tutup. Gerai utama kamipun akhirnya harus pindah beberapa kali karena kami harus melakukan efisiensi biaya.
ChirashiZushi kini “dirawat” oleh 3 srikandi tangguh (saya dan 2 orang sepupu saya), pikiran tenaga dan waktu kami curahkan untuk ChirashiZushi. Tujuan kami memiliki bisnis yang terus bertumbuh dan sustainable bukan semata untuk rupiah saja, namun menjadi manfaat bagi orang lain. Pandemi tidak membuat kami menyerah dan lemah, sebaliknya justru membuat kami semakin terpacu untuk belajar bisnis lebih dalam dan serius, mempelajari strategi marketing, mengikuti tren penjualan makanan melalui platform online, menciptakan inovasi produk, berkolaborasi dengan brand lokal dll. Salah satu tantangan kami adalah mengelola sumber daya manusia (team) namun tidak ada hal yang tidak bisa diselesaikan, semuanya bisa diselesaikan dengan baik asal ada usaha dan kemauan belajar. Begitu pula tantangan dalam hal modal, untuk mengembangkan usaha menjadi semakin besar modal memiliki peran yang cukup fundamental. Ini juga yang menjadi salah satu alasan saya mengikuti Program Inkubasi Bisnis W20 Sispreneur ini. Bukan tidak mungkin sebuah lokal brand yang dirawat oleh perempuan bisa membantu lingkungan sekitar untuk semakin berdaya. Kami juga ingin melanjutkan renovasi yang tertunda karena keterbatasan dana kami, berkolaborasi dengan influencer di bidang kuliner untuk datang ke ChirashiZushi dan mencoba menu kami.
Kami optimis bahwa ChirashiZushi bisa semakin berkembang, beberapa kali kami menerima DM di IG dari customer lama ChirashiZushi menanyakan lokasi kami saat ini. Tidak jarang pula customer lama kami yang mengirimkan foto loyalty card mereka yang masih mereka simpan sampai saat ini, membuat kami semakin optimis untuk terus berinovasi. Memiliki database 400 contact customer sejak awal ChirashiZushi buka hingga saat ini adalah sebuah privilege, kami sudah memiliki pasar. Kami sangat optimis sekali jika kami bisa mengolah pasar kami dengan optimal maka bukan hal yang mustahil bagi ChirashiZushi untuk naik kelas.
Menjadi sebuah bisnis yang tidak hanya menghasilkan rupiah namun juga menebar manfaat buat sekeliling juga terus kami lakukan, bagi kami berbagi adalah sebuah kewajiban, bahkan disaat sempit. Karena sejatinya kita hidup untuk menebar manfaat pada sekitar. Hidup memang berputar seperti sebuah roda, akan ada masanya kita yang dulunya diatas akan berada dibawah, tapi ketika kita sedang berada di bawah tetaplah berupaya semaksimal mungkin supaya roda itu segera kembali berputar dan membawa kita kembali lagi ke atas. Saat terpuruk bukan berarti kita buruk, tapi itu adalah saatnya kita untuk kembali menggali potensi kita dan mengevaluasi apa yang harus kita perbaiki untuk semakin jadi lebih baik.