Hai Sisters! Pola pikir divergent dan convergent sama-sama bisa membantu mengambil keputusan atau mencari ide. Lalu, sebenarnya apa perbedaan divergent vs convergent thinking?
Kapan kamu harus menggunakan pola pikir divergent dan kapan yang convergent agar keputusan dan ide yang dihasilkan benar-benar yang terbaik?
Konsep dari kedua pola pikir ini pertama kali diangkat oleh psikolog J.P. Guilford pada 1950-an, mengutip Cleverism. Untuk memahami perbedaan divergent vs convergent thinking, ketahui dulu masing-masing pola pikir lebih dalam lagi.
Psychology Today menjelaskan bahwa dalam pola pikir convergent, semua kemungkinan solusi ditimbang berdasarkan informasi yang sudah diketahui secara pasti.
Maka, umumnya convergent thinking akan menghasilkan satu ide atau pemecahan masalah yang terbaik.
Pola pikir ini cocok digunakan untuk masalah-masalah yang memang butuh pemecahan secara logis. Atau misalnya saat menjawab soal pilihan ganda.
Sementara itu, dalam pola pikir divergent kamu harus lebih kreatif dalam melihat suatu permasalahan. Kamu bisa saja menemukan banyak solusi sekaligus, tak cuma satu. Karena itu, proses berpikir ini lebih membutuhkan brainstorming dan keterbukaan.
Ada cara mudah untuk memahami perbedaan divergent vs convergent thinking.
Dilansir dari Asana, convergent thinking fokus pada pemecahan masalah yang sifatnya analitis untuk menghasilkan sebuah solusi.
Sementara itu, divergent thinking fokus pada pemecahan masalah secara kreatif dengan membuka peluang selebarnya untuk mendapatkan banyak solusi sekaligus.
Contoh perbedaan divergent vs convergent thinking bisa disederhanakan sebagai berikut:
Menyeimbangkan Divergent dan Convergent Thinking
Menurut Scott Barry Kaufman, psikolog kognitif asal Amerika Serikat, kedua pola pikir ini bisa dan harus dipraktikkan secara seimbang.
“Tingkat kreativitas tertinggi membutuhkan baik pola pikir convergent maupun divergent,” tulisnya dalam Psychology Today.
Lalu kapan sebaiknya menggunakan pola pikir divergent, kapan convergent? Berikut ulasannya.
1. Mencari sebab suatu permasalahan: divergent thinking
Ketika ada masalah di kantor, cari tahu dulu semua kemungkinan pemicu masalahnya dengan pola pikir divergent.
Misal anggaran untuk proyekmu membengkak, atau bisa jadi komunikasi yang tidak lancar dalam tim, proyek harus berjalan lebih lama dari rencana awal, atau alokasi dananya kurang tepat.
Jadi jangan langsung menyimpulkan anggaran jadi membengkak karena satu hal saja.
Sudah tahu apa saja yang mungkin jadi penyebab masalahmu? Nah, sekarang kerucutkan akar masalah yang paling penting untuk diselesaikan.
Kamu membutuhkan convergent thinking untuk bisa mengerucutkan akar masalah terbesarnya.
3. Mencari solusi: divergent thinking
Dalam tahap ini, kamu harus kembali berpikir menggunakan pola pikir divergent. Carilah sebanyak kemungkinan solusi dari akar masalah yang sudah kamu kerucutkan.
Misalnya anggaran proyekmu bengkak karena alokasi dananya kurang tepat. Maka, solusinya antara lain:
Dari berbagai solusi yang sudah kamu pikirkan, kamu akan memilih mana solusi yang paling efektif dan penting.
Nah, kamu bisa kembali menggunakan convergent thinking untuk memilihnya.
Dengan memanfaatkan perbedaan divergent vs convergent thinking dalam situasi yang berbeda, kamu pun bisa mencapai keputusan terbaik.
Itulah perbandingan divergent vs convergent thinking yang akan membantumu dalam membuat keputusan. Selain pola pikir, untuk mengambil keputusan terbaik, kamu juga harus melengkapi amunisimu dengan berbagai skill relevan, ya, Sisters!