Hai Sisters, perkenalkan aku Devi. Sebelah kanan adalah kakakku, Lia. Aku belum menikah dan masih tinggal di Bekasi bersama orang tua, dan kakakku tinggal di Jakarta. Dulu hubungan kami retak, lalu pandemi memperbaiki hubungan kami.
Pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan di semua sektor bisnis. Mulai dari pengusaha kecil sampai perusahaan besar bertekuk lutut menghadapinya. Hanya ada beberapa yang mampu bertahan, bahkan mencetak omset tertinggi saat pandemi. Betul sekali sisters, sektor Farmasi. Cuan pun sangat ramah pada bisnis obat-obatan dan suplemen ini. Beruntungnya aku yang menjadi karyawan di salah satu perusahaan farmasi.
Sayangnya, keberuntungan tidak berpihak dengan kakakku.
"Kak, ada uang untuk makan?"
Kukirim sebuah chat untuk kakakku, untuk memastikan apakah ia baik-baik saja.
Usaha rental peralatan event miliknya bangkrut. Satu persatu client membatalkan jadwal sewa karena tidak dapat ijin dari pemerintah. Kakakku hanya dapat bertahan hidup dari mengeruk tabungan yang tidak seberapa. Aset pun tidak dapat dijual. "Gue juga lagi ga ada job Li, ini aja gue balik ke kampung." Jawab temannya saat ia menawarkan peralatan event untuk dijual.
Harapan di bulan Juni 2020 semua akan kembali normal pun kandas. Akhirnya apapun dilakukan demi bertahan hidup, dari berjualan kebab dan risol frozen, sampai menjadi sales pembukaan rekening salah satu bank swasta. Jalan kaki panas kepanasan hujan kehujanan untuk mencari nasabah. Padahal dari kecil kami terbiasa hidup enak, mantan suaminya pun gajinya 5x lipat dari gajiku.
Sedikit cerita, pada tahun 2017 kakakku memutuskan untuk bercerai setelah mantan suaminya ketahuan selingkuh dengan teman kantornya. Tidak peduli dengan apa kata orang yang menyayangkan keputusan kakakku karena melihat nominal gaji, dia memilih untuk mempertahankan harga dirinya. Proud of you, kak. Setelah menemukan teman hidup baru, Ka Tian namanya, mereka membuka usaha rental peralatan event.
Kembali lagi ke cerita saat ia bertahan hidup saat pandemi, Alhamdulillah di awal tahun 2021, kakakku membuka kedai kopi kecil di tempat ia mengontrak. "Hasil jadi sales sama jualan risol gue kumpulin. Gue mau punya usaha yang tahan dari pandemi atau krisis apapun."
Kontrakan 3 petak ia pilih karena uang sewa lebih murah dan bisa dijadikan tempat tinggal. Kenapa kedai kopi? Karena di sana tidak ada yang bertahan dalam menjual kopi. Paling lama hanya bertahan 6 bulan. Tidak ada cafe, hanya ada warkop. Melihat tidak adanya persaingan dan ada tantangan di dalamnya, ia nekat banting stir dengan berjualan kopi. Selama hidupnya tidak pernah ngopi, tapi ia belajar mendalami resep kopi dan rela diare 3 hari karena mencoba kopi buatannya sendiri. Dengan modal 5 juta, ia menyulap teras menjadi kedai kopi. By the way, ka Tian, punya pengalaman kerja 10 tahun jadi maintenance di bar n resto ternama di Jakarta, jadi cukup mudah baginya untuk menyulap kedai kecil bernuansa cafe.
Kakakku tinggal di perkampungan padat penduduk, di daerah Penggilingan Jakarta Timur, bernama Kampung Jembatan. Saking padatnya, 90% warganya tinggal di rumah petakan sempit. Banyak rusun dibangun di wilayah itu untuk menampung kepadatan penduduk. No more space for hangout. Jangankan untuk mengadakan acara di rumah, untuk bersantai bersama keluarga pun tidak cukup. Kalau kata Ka Lia, rumahnya disana type RS10, Rumah Saya Sempit Sekali Sampai-Sampai Selonjoran Saja Susah Sekali Sis. Hayoo, bacanya sambil dihitung ya? Hihi..
3 bulan berjalan, Kedai Tuman semakin ramai pembeli. Trik memperkenalkan kopi giling kepada warga kampung yang terbiasa minum kopi sachet pun berhasil. Sesuai namanya, Tuman yang berarti kebiasaan, menjadikan warga kampung pelan-pelan terbiasa minum kopi giling dan meninggalkan kopi sachet. Ka Lia dan Ka Tian pun berencana menambah kapasitas dine in, dari 3 bangku menjadi 15 bangku. Karena butuh dana lumayan besar, mereka menawarkanku untuk menjadi investor.
Dengan perhitungan yang matang, akupun setuju untuk memberikan dana, lalu ruangan dalam pun dijebol. Tidak hanya menambah bangku, menu pun bertambah. Kedai kopi kecil bertransformasi menjadi cafe kecil. Pandemi membuat karyawan-karyawan WFH menjadi pelanggan baru kami. Bisa take away, beli online melalui shopefood, gofood, dan grabfood, bahkan saat jenuh di rumah, mereka membawa pekerjaan ke kedai untuk memanfaatkan fasilitas wifi.
Alhamdulillah kami mendapatkan momentum yang sangat pas. Saat PSBB ketat, tempat hiburan dan cafe dipaksa tutup oleh pemerintah. Lebaran pun tidak diijinkan mudik. Dengan memaksimalkan pelayanan, kenyamanan, dan mempertahankan rasa yang enak, kami berhasil merebut pasar sekelurahan Penggilingan hanya dari pemasaran pelanggan kami dari mulut ke mulut. Karena di Tuman tidak hanya kopi, kami menghadirkan makanan ala korea, milkshake, mocktail, dan beberapa menu yang kami adopsi dari tempat makan favorit kami.
Tuman memberikan nyawa baru bagi warga Kampung Jembatan. Akhirnya mereka memiliki rumah kedua untuk bersantai, untuk mengerjakan tugas, untuk berkumpul bersama teman maupun keluarga. Tidak perlu menguras dompet untuk nongkrong di cafe. Bahkan Tuman bisa memberikan lapangan pekerjaan untuk anak muda sekitar yang membutuhkan pekerjaan. Tuman harus scale-up agar makin banyak manfaat yang bisa dirasakan untuk warga sekitar.
Awal tahun 2022 tepat 1 tahun Tuman. Kami baru saja memproses cabang Tuman di Bekasi dengan konsep ghost kitchen untuk memperkecil modal awal dan tes market. Kami mengikuti #KompetisiModalPintar2022 untuk bisa ikut inkubator class dari Sisternet dan menambah relasi agar bisa berkolaborasi dengan para sisters hebat lainnya. Kami yakin dengan segala pengalaman jatuh bangunnya hidup yang kami alami, kami layak memenangkan #ModalPintar dari Kompetisi Sisternet.
Kami berharap bisa memenangkan modal dari Sisternet agar bisa mengurus legalitas Tuman, mengikutkan salah satu karyawan ke dalam kelas marketing online agar sosial media Tuman bisa maksimal, dan menambah kapasitas dine in untuk Tuman Jakarta menjadi 50 pax agar bisa mengadakan event nobar dan birthday party.
Tuman memang cafe kecil, tapi mimpi kami sangat besar untuk bisa bermanfaat bagi orang banyak.
"Nongkrong tiap hari, Kuy..."