Sisters, dalam ranah mental, health issue bisa jadi hal yang sangat penting. Misalnya, kamu berpikir, "Kayaknya aku mengidap OCDC, nih?" Atau kamu cenderung moody, jadi kamu mempertanyakan, "Apa ini gejala bipolar disorder?"
Padahal, belum tentu, Sisters!
Melansir dari Science Insider, para ahli di bidang psikologi menguak beberapa hal yang kerap dijadikan sebagai mitos terkait mental health. Sehingga hal tersebut membuat orang-orang terlalu cepat menarik kesimpulan. Mitos apa saja, ya?
1. Perfeksionis = OCD
Kamu pernah dengar istilah OCD yang merupakan singkatan dari obsessive-compulsive disorder? Istilah ini seringkali dikaitkan dengan sikap seseorang yang terlalu bersih, rapih, atau perfectionist.
Melansir dari situs resmi American Psychiatry Association, OCD nyatanya fokus pada kecenderungan seseorang yang selalu terdorong untuk terus melakukan sesuatu secara berulang-ulang. Entah mengecek sesuatu, mencuci tangan, dan lainnya.
Seorang pakar psikolog bernama Dr. Laura Goorin asal Amerika Serikat menekankan, bahwa seseorang yang menyukai keadaan yang bersih dan rapih belum tentu mengidap OCD. Penderita OCD ditandai dengan kecenderungan yang selalu terobsesi memikirkan sesuatu, sehingga sulit untuk menahannya dari tindakan. Jika tidak dilakukan, penderita OCD dapat mengalami rangkaian masalah seperti cemas, takut dan lainnya.
2. Schizophrenia punya banyak kepribadian
Melansir dari situs resmi Mayo Clinic, schizophrenia adalah gangguan mental dengan gejala mengalami halusinasi, delusi, kekacauan berpikir, serta perubahan perilaku dalam jangka waktu panjang. Sehingga, sering disalah-artikan dengan berkepribadian banyak.
Padahal, perilaku yang dapat ditunjukan berbeda-beda tersebut merupakan kecenderungan penderita yang suka memisahkan dirinya dari realita. Atau dapat dikonklusikan bermain dengan halusinasi.
3. Mood swing = bipolar
Mungkin, saat ini kamu sedang merasa antusias untuk mengerjakan tugas kantor atau sebuah kegiatan. Tapi beberapa jam setelahnya, mood-mu hancur sampai kamu terlalu malas untuk melanjutkannya.
Sebagian besar orang mengira bahwa perubahan mood tersebut merupakan ciri seseorang mengidap bipolar disorder. Memang, sebagaimana melansir dari Mayo Clinic, bipolar disorder turut fokus pada perubahan mood, namun dalam kapasitas yang ekstrim.
Sebagaimana dijelaskan oleh psikolog Jillian Stile, PhD, bipolar disorder tidak hanya mengenai mood yang berubah, Sisters. Tetapi elevated mood atau depressed mood dengan siklus 'manic episode' yang terus-menerus terjadi secara negatif.
4. Anxiety terjadi karena stres
Kamu pasti pernah merasakan yang namanya cemas atau gelisah, kan? Misalnya saat pengalaman pertama kamu harus melakukan presentasi di depan publik. Atau, saat kamu menghadapi ujian. Nah, dari situ, kamu pun menilai bahwa perasaan cemas yang terjadi merupakan buah dari bagaimana kamu merasa cukup stres terhadap hidup. Eits, kamu perlu tahu bahwa anxiety dan stres adalah dua hal yang nyatanya berbeda di ranah mental health.
Dr. Laura Goorin menjelaskan bahwa anxiety fokus pada proses berpikir dengan kecenderungan berimajinasi mengenai segala kemungkinan negatif. Seperti terus memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan 'what if' dan dapat terjadi selama berjam-jam.
Berbeda dengan perasaan stres. Hal tersebut umumnya terjadi dalam setiap aspek kehidupan. Seperti stres mengenai pekerjaan, bertemu bos, atau keadaan ekonomi. Namun, jika kamu merasa stres diringi dengan panic attack, hal itu baru dapat dikatakan sebagai anxiety reaction.
5. Sedih = depresi
Kamu juga pasti pernah mengalami kesedihan, kan, Sisters? Tapi, apakah itu berarti kamu mengalami depresi? Dr. Laura Goorin menjelaskan bahwa sedih adalah bagian dari emosi yang tidak bertahan selamanya atau tergantikan. Dengan kata lain, kamu bisa sedih karena sesuatu, namun hiburan dan hal sejenis lainnya dapat mengubah perasaan tersebut menjadi lebih baik. Alhasil, kamu lupa akan kesedihanmu. Berbeda dengan depresi yang merupakan berpikir secara mendalam terus menerus.
Artinya, seseorang yang depresi akan terus memikirkan alasan kesedihannya dan tidak mudah untuk membawanya keluar dari pikiran itu. Dampaknya, depresi membawa seseorang pada gejala neurovegetative yang meliputi kesulitan makan, tidur, dan fokus terhadap hal lainnya.
Nah, Sisters, sekarang kamu sudah lebih memahami garis besar isu terkait mental health yang sebenarnya, ya. Yuk, jangan lupa jaga kesehatan mentalmu, Sisters!
Sumber: popbela