Sisters, baru saja di hari Sabtu malam (22/12), Indonesia kembali berduka. Tsunami memancar dari Selat Sunda, tepatnya menghantam Banten dan Lampung. Tsunami berasal dari dua kata Bahasa Jepang yang memiliki arti “pelabuhan” dan “gelombang”. Dilansir dari geology.com, Tsunami adalah gelombang laut besar yang disebabkan oleh gerakan tiba-tiba di dasar laut. Tsunami berjalan melintasi samudera terbuka dengan kecepatan tinggi dan berkembang menjadi ombak besar yang mematikan, di perairan dangkal garis pantai.
Dampak kerusakan terburuk biasanya terjadi di daerah yang paling dekat dengan gempa bawah laut, seringkali karena gelombang yang bergerak cepat akan menghantam daratan dengan kecepatan tinggi. Tsunami memancar keluar dari lokasi gempa di bawah laut hampir secepat pesawat jet lho. Namun karena bentangan Pasifik sangat luas, sistem peringatan siap digunakan untuk membunyikan peringatan bagi mereka yang berada di jalur gelombang yang sedang melaju.
Terlepas dari teknologi peringatan tsunami yang sudah dipasang itu, kamu juga perlu tahu 4 penyebab utama tsunami yang paling sering terjadi ini, Sisters!
Sisters, gempa bawah laut yang kuat lah yang menjadi faktor penyebab paling sering terjadinya tsunami. Para Seismolog mengatakan bahwa hanya gempa di atas 7 Skala Richter (SR) yang dapat menghasilkan tsunami besar. Dalam hal ini, gempa di bawah laut secara umum bisa disebabkan oleh banyak hal. Yang berpotensi besar menghasilkan tsunami adalah gempa akibat pergeseran lempeng, yang akan kita bahas lebih lanjut.
Banyak orang meyakini bahwa tsunami adalah gelombang tunggal, padahal (biasanya) jelas tidak. Tsunami merupakan sederetan gelombang, atau ibaratnya seperti kereta dengan banyak gerbong yang saling bersusulan. Gelombang besar akan mulai melaju duluan diikuti dengan gelombang yang lebih besar di belakangnya. Sebagian besar kejadian tsunami, garis pantai dihantam oleh gelombang besar berulang-ulang, Sisters.
Hampir sama dengan poin nomor 1, Sisters, hanya saja faktor penyebab yang ini memang murni karena pergeseran lempeng. Sebagian besar gempa bumi yang menghasilkan tsunami terjadi di daerah yang disebut zona subduksi, di mana potongan-potongan kerak bumi saling menekan. Subduksi berarti bahwa satu lempeng tektonik meluncur di bawah yang lain dan tenggelam jauh ke dalam mantel Bumi.
Gesekan antara dua lempeng yang bergerak lambat di kerak bumi menciptakan energi seismik dalam jumlah besar, yang dilepaskan dalam bentuk gempa bumi. Ketika gempa bawah laut yang kuat menyerang di bawah dasar laut, kejadian ini dapat mendorong salah satu lempeng besar kerak bumi secara mendadak. Hal ini bisa tiba-tiba memindahkan sejumlah besar air laut yang akhirnya menjadi tsunami, menyebar ke segala arah dari pusat gempa. Seperti riak di kolam, hanya dalam skala yang jauh lebih besar.
Meskipun relatif jarang terjadi, letusan gunung berapi yang keras juga merupakan gangguan impulsif, yang dapat “mempermainkan” volume air dalam jumlah besar kemudian menghasilkan gelombang tsunami, yang sangat merusak di daerah sumber langsung. Dalam mekanisme ini, gelombang dapat dihasilkan oleh perpindahan tiba-tiba air yang disebabkan oleh ledakan gunung berapi, oleh hancurnya lereng gunung berapi, atau lebih mungkin oleh ledakan phreatomagmatic dan runtuhnya ruang magmatik vulkanik, Sisters.
Salah satu tsunami terbesar dan paling destruktif yang pernah tercatat itu terjadi pada 26 Agustus 1883, yaitu ledakan dan keruntuhan gunung berapi Krakatau, di Indonesia. Ledakan ini menghasilkan gelombang yang mencapai 135 kaki, menghancurkan kota-kota pesisir dan desa-desa di sepanjang Selat Sunda , baik di Pulau Jawa maupun Sumatra.
Dan, kejadian ini menewaskan 36.417 orang. Selain kejadian itu, diyakini bahwa kehancuran peradaban Minoa di Yunani pada 1490 SM disebabkan oleh tsunami akibat ledakan gunung api Santorin di Laut Aegean.
Sisters, gelombang tsunami sebenarnya juga dapat dihasilkan dari ledakan nuklir yang sangat besar. Namun, tidak ada tsunami yang signifikan, yang pernah dihasilkan dari pengujian senjata nuklir di masa lalu. Lebih lanjut, pengujian semacam itu saat ini memang sangat dilarang oleh perjanjian internasional.
Faktor penyebab tsunami yang satu ini sangat langka terjadi, Sisters. Untungnya memang sangat jarang meteorit atau asteroid mencapai bumi. Meskipun tidak ada tsunami yang terdokumentasi, yang pernah dihasilkan oleh dampak asteroid, efek dari peristiwanya akan menjadi bencana besar.
Sebagian besar meteorit terbakar saat mencapai atmosfer bumi. Namun, dilansir dari UNESCO international tsunami information center, meteorit besar pernah menghantam permukaan bumi di masa lalu yang jauh. Ini ditunjukkan oleh kawah besar, yang telah ditemukan di berbagai belahan bumi, Sisters.
Dugaan para peneliti, asteroid besar juga pernah jatuh di bumi pada masa prasejarah - yang terakhir sekitar 65 juta tahun yang lalu selama periode Cretaceous. Karena bukti jatuhnya meteorit dan asteroid di bumi ada, bisa disimpulkan bahwa benda-benda langit ini telah jatuh juga di lautan bumi, terutama mengingat empat perlima planet kita tertutup oleh air.
Nah, Sisters, itulah 4 penyebab utama tsunami yang paling sering terjadi. Semoga kita tidak harus menyaksikan atau mengalami kejadian ini lagi ya. Semoga kita terus dalam keselamatan dan keamanan, ya!