Hai Sisters! Peristiwa bencana alam dapat mengganggu kondisi psikologis seseorang karena mengancam keselamatan jiwa dan menyebabkan hilangnya mata pencaharian. Ketidakseimbangan kondisi psikologis tersebut, tampak dari gejala-gejala seperti syok, mimpi buruk, sulit konsentrasi, cemas, waspada secara berlebihan, dan perasaan tidak aman. Selain itu, korban bencana alam juga bisa mengalami kesedihan mendalam, merasa hampa serta tak berdaya, dan enggan bergaul. Gejala psikis itu tak bisa dibiarkan berlarut-larut, Sisters.
Para korban bencana alam harus dibantu supaya pulih kesehatan mentalnya, lho, Sisters. Penanganan dampak psikologis terhadap korban dalam konteks bencana alam ditempuh dengan cara memberikan dukungan psikososial, alih-alih pemulihan trauma. Selama ini ada anggapan bahwa pemulihan trauma bertujuan untuk melupakan peristiwa traumatik, sementara memori manusia mustahil melupakan peristiwa pahit seperti bencana.
Oleh sebab itu, alih-alih melupakan, para korban diajak untuk melepaskan diri dari kungkungan rasa takut jika ingatan akan bencana muncul. Caranya seperti yang dikatakan oleh Kementerian Kesehatan ialah melalui dukungan kesehatan jiwa dan psikososial yakni pemberian bantuan psikologis awal (Psychological First Aid).
Nah, PFA itu intinya mendengarkan tapi tidak banyak bertanya, Sisters. Intinya memberi ruang untuk menyampaikan rasa takut. Para korban bencana alam juga diberikan edukasi soal informasi bencana atau informasi bantuan.
Kita mendengarkan keluhan mereka dan mempermudah mereka memenuhi kebutuhan dasar, hal ini akan membantu menstabilkan emosi para korban bencana alam agar segera pulih dan kembali ke normal emotional state. Para korban bencana alam perlu menyadari bahwa situasi ini akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, dengan tetap dibangkitkan semangatnya untuk tetap hidup normal dalam situasi yang berbeda, Sisters.
Sumber Info: Kemkominfo RI