Hai Sisters, kenalan, yuk, sama salah satu atlet kebanggaan tanah air. Adalah Nanda Mei Sholihah, atlet paralympic cabang atletik yang meraih tiga medali emas di ajang ASIAN Para Games 2015 dan tiga medali emas di ASIAN Para Games 2017. Nanda merupakan salah satu sosok berprestasi yang diundang oleh Pocari Sweat untuk berlari membawa obor untuk event torch relay ASIAN Games 2018 yang digelar Rabu (18/7) dan Kamis (19/7) lalu.
Terlahir dalam keadaan keterbatasan fisik
Nanda dilahirkan sebagai anak pertama di keluarganya. Ia terlahir tanpa setengah lengan kanan. "'Kan aku anak pertama. Gimana rasanya (orang tuaku) anak pertama yang dinantikan, ternyata lahirnya tidak sesuai harapan. Pasti 'kan orangtua sedih banget. Bahkan aku pernah diminta sama nenekku, kalau misalnya ibuku nggak mau merawat, nenek aja yang merawat. Tapi ibuku menolak, dia mau merawatku sendiri."
Keterbatasan fisik yang dialami Nanda pernah membuatnya merasa berbeda dari yang lain. Di masa kecilnya, Nanda sudah harus menghadapi hal tersebut dan berusaha memakluminya. "Malu sama teman-teman seumuran, 'Kok aku beda sendiri'," katanya. "Aku pun pernah ditolak sekolah waktu mau masuk SD."
Nanda menceritakan, keterbatasan fisiknya tidak bisa diterima beberapa sekolah, bahkan ada yang menyarankan orang tuanya untuk menyekolahkannya di Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, saran itu ditolak orang tua Nanda. "Orang tuaku nggak terima aku disuruh masuk SLB, karena 'kan aku tidak ada kecacatan mental, hanya aku nggak punya tangan yang lengkap."
Sampai akhirnya kelas 5 SD, awal jalan hidup Nanda berubah.
Ditawari menjadi atlet lari
Tak pernah terbayangkan oleh Nanda dan keluarganya, bahwa suatu hari tiba-tiba mereka didatangi oleh Karmani, ketua NPC Kediri saat itu. "'Kamu ikut jadi atlet NPC (National Paralympic Committees) aja', begitu katanya. Itu pas aku kelas 5 SD."
Ada keraguan di hati Nanda dengan tawaran tersebut karena dengan kondisinya, apakah ia bisa menjadi seorang atlet. Tetapi sang ibu terus mendorong dan meyakinkan Nanda bahwa ia pasti bisa. Siapa tahu menjadi atlet adalah rezeki yang mengubah jalan hidupnya. Akhirnya tawaran Karmani pun diterima oleh Nanda. "Minggu depannya saya datang latihan sama kelompok NPC, dan bertemu dengan banyak anak-anak lain dengan keterbatasan fisik juga. Ada yang amputasi kaki. Jadi aku berpikir, ternyata banyak teman-teman yang keterbatasan fisiknya lebih parah dari aku. Aku pun mulai belajar bersyukur dan berlatih lebih intens. Alhamdulilah, aku dapat tiga emas di Walikota Cup Surabaya. Itu kelas 5 SD, umur 11 tahun."
Semenjak kemenangannya di Walikota Cup Surabaya, Nanda dipanggil untuk pelatihan daerah untuk provinsi Jawa Timur dan merupakan titik awal karirnya hingga kini. "Di tahun 2015 di ASIAN Para Games, aku nggak ditarget apa-apa. Istilahnya, tidak diunggulkan. Tetapi saat itu aku berhasil mendapat tiga medali emas. Itu rasanya senang banget. Pertama kali di ASIAN Para Games Indonesia mendapatkan emas," cerita gadis yang akan melanjutkan pendidikannya di jurusan Sosiologi UNS Solo Ini.
Masih harus terus belajar
Sisters, dengan pencapaiannya saat ini, Nanda masih merasa harus belajar banyak. "Aku masih harus belajar lagi, masih banyak kekuranganku yang harus diperbaiki. Masih banyak orang-orang yang di atasku."
Ketika ditanya apa rencananya lima tahun mendatang, gadis yang hobi make up dan masak ini menjawab, "Aku masih ingin terus ikut ajang olahraga," ujarnya sambil tersenyum lebar. "Aku nantinya pengen menjadi pelatih."
Sisters, memang tak mudah memunculkan rasa percaya diri seperti Nanda. Tetapi ia yakin setiap perempuan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.