Hai Sisters, beberapa waktu ini netizen sempat ramai membahas kegagalan dua brand yang sudah biasa kamu dengar sehari-harinya: Yahoo dan Sevel. Di balik kegagalan dua brand ternama ini, kamu bisa belajar agar tidak mengulangi kesalahan mereka saat mengejar kesuksesan bisnismu, Sisters. Apa saja hikmah yang bisa diambil?
Awal bulan Juni lalu, raksasa teknologi yang sempat menjadi pionir dalam industri internet, Yahoo, akhirnya bertekuk lutut. Perusahaan teknologi ini dibeli oleh Verizon dengan harga $ 4,48 miliar, padahal di masa keemasannya dulu ia sempat memiliki nilai lebih dari $ 100 miliar. Dari banyak opini dan berita yang beredar, ada satu hal yang bisa disimpulkan: ego "too big too fail" yang dianutnya telah menjadi batu yang menyandungnya.
Ketika Yahoo sedang berjaya, banyak inovasi dan terobosan yang ditawarkan padanya dilewatkan begitu saja. Alih-alih fokus dengan teknologi mesin pencari, Yahoo pada awal tahun 2000-an justru memilih fokus dengan bisnis iklan online yang menghasilkan mereka omset yang berlimpah. Tetapi justru karena langkah itu, Google kemudian bisa menyalipnya. Ketika Yahoo mengakuisisi Flickr, salah satu pionir website penyimpanan foto di dunia, ia pula tidak melakukan terobosan untuk mengubahnya menjadi media sosial seperti Instagram atau memikirkan kehadiran pesaing-pesaing baru. Akhirnya, Flickr yang mendulang sukses sebelumnya akhirnya meredup di bawah Yahoo.
Bicara tentang bisnis dan inovasi, coba kita lihat akan kejatuhan perusahaan ritel 7-Eleven atau Sevel yang baru-baru ini harus menutup seluruh gerainya yang ada di Indonesia. Alasan yang disampaikan PT Modern Sevel Indonesia adalah keterbatasan sumber daya dan gagalnya proses akuisisi dengan PT Charoen Pokphand Restu Indonesia.
Sama seperti Yahoo, tentu kegagalan Sevel di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, namun yang menarik dari kegagalan Sevel sebenarnya bisa dilihat dari inovasi mereka yang kurang antisipatif, Sisters. Saat pertama kali hadir di Indonesia pada 2008, bisnis ritel ini memilih untuk hadir dengan konsep setengah ritel dan setengah restorang cepat saji. Mereka menghadirkan menu makanan dan minuman cepat saji, juga menyediakan fasilitas meja dan kursi untuk nongkrong, ditambah pula dengan fasilitas WIFI gratis.
Memang kehadiran Sevel bisa dibilang sebagai inovasi bila disandingkan dengan bisnis ritel yang ada saat itu, Sisters. Ia dengan sukses menjadi pilihan tempat nongkrong buat anak-anak muda. Namun sayangnya, inovasi ini kurang antisipatif dalam perkembangan selanjutnya. Kehadiran kompetitor lain yang menawarkan pilihan produk yang lebih beragam dengan harga yang lebih bersaing, membuat ritel satu ini kewalahan.
Rupanya hadir sebagai tempat nongkrong yang selalu ramai tidak selalu berujung keuntungan, Sisters. Banyak yang nongkrong tidak menjamin bahwa barang-barang di Sevel laris terjual. Hal ini membuat Sevel terbebani biaya operasional cukup tinggi dengan pemasukan yang tidak bisa mengimbangi. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab gagalnya Sevel untuk bertahan di Indonesia.
Melihat kegagalan Yahoo dan Sevel ini, hikmah yang bisa diambil adalah
Melihat zaman sekarang yang serba cepat dengan pertumbuhan teknologi yang luar biasa, yang namanya bisnis harus selalu melakukan terobosan-terobosan agar tetap bisa menarik perhatian dan loyalitas konsumennya. Walaupun demikian, dalam berinovasi pun kita tidak boleh lengah dengan kehadiran kompetitor dan mengabaikan langkah-langkah antisipatif, Sisters. Bagaimana menurutmu?