Apakah kamu sedang membangun startup? Berpikir untuk nyemplung dalam dunia tersebut?
“... startup digital di Indonesia tidak sustain ... karena mereka masih membangun startup di atas 3 permasalahan fundamental: hierarchical corporate culture, project mindset dan old school software engineering practices.” - Joshua Partogi, Pelatih SCRUM Profesional
Dalam sebuah catatan Facebook berjudul “1000 startup di Indonesia yang akan dibangun di atas f*cked up mindset”, Joshua menilai kondisi startup di Indonesia perlu memiliki 7 budaya kerja berikut biar bisa berkembang dan sustain. Apa saja?
Silo mentality adalah pola pikir yang ada di perusahaan, ketika tiap departemen atau divisi enggan berbagi informasi. Mentalitas yang mengelukan ego sektoral dan mementingkan ego kelompok dibanding bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mentalitas ini tidak cocok untuk startup, Sisters. Soalnya startup bersifat dinamis, cepat tanggap dan adaptif, sehingga menuntut kolaborasi dari berbagai pihak terlibat untuk menghasilkan produk yang mumpuni.
Huruf T dimaksudkan untuk menggambarkan kemampuan interpersonal dan ilmu yang dimiliki, Sisters. Garis vertikalnya menunjukkan kemampuan untuk berempati dan bekerja sama dengan berbagai macam orang, sedangkan garis horizontalnya menunjukkan kedalaman ilmu yang dimiliki. Agar startup bisa berkembang lebih cepat dan mendukung proses kreatif yang menjadi tulang punggung startup, harus diciptakan lingkungan yang mendukung lahirnya orang-orang berkarakter T ini, Sisters.
Daripada mengawasi tiap langkah mereka saat mengerjakan pekerjaannya, memberi keleluasaan dalam bekerja akan lebih menguntungkan buat kamu dan karyawanmu, Sisters. Soalnya masing-masing orang punya cara sendiri untuk mencapai gol yang telah ditentukan. Nah, untuk itu kamu harus menyemangati dan mendukung mereka agar mempunyai dan bisa mengembangkan manajemen diri yang lebih baik. Merongrong kerja mereka hanya karena berbeda cara, justru akan mematikan kreativitas dan imbasnya tidak bagus untuk startup. Rasa saling percaya harus ada sebagai fondasi hubungan pekerja startup dan kepala startupnya.
Budaya kerja satu ini adalah hasil nomor 3, Sisters. Dengan memberikan pekerja startup otonomi dalam berkarya dan membiarkan mereka mengatur diri sendiri, maka semua orang berkontribusi secara merata untuk menghasilkan satu produk. Tanggung jawab keberhasilan produk tidak jatuh hanya pada satu orang.
Budaya kerja satu ini berasal dari negeri Sakura, Sisters. Kaizen artinya improvement atau perbaikan. Maksudnya adalah setiap orang yang terlibat dalam startup harus terus menerus melakukan perbaikan kerja dari segala lini. Setiap orang lho, Sisters. Artinya, dari yang duduk sebagai CEO sampai bawahannya harus mempraktikkan budaya kerja satu ini.
Status quo biasa menunjuk pada kondisi kemapanan. Untuk dunia startup yang menantang dan cepat berubah, sebuah startup harus tanggap situasi. Mempertahankan status-quo hanya akan mematikan jalan. Terlalu nyaman dengan status quo dan lambat menanggapi perubahan bisa berakibat fatal bagi startup. Lihat saja yang terjadi dengan Nokia dan Research in Motion, Sisters.
Menciptakan lingkungan yang aman untuk sebuah kegagalan adalah hal yang penting untuk bisa mengembangkan kreativitas dan sifat inovatif suatu startup. Ketika dibayangi rasa takut gagal, maka orang akan takut melakukan hal-hal di luar kebiasaan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan sifat startup yang biasanya menghadirkan terobosan baru.
Sudah siapkah kamu membangun budaya kerja ini untuk startup rintisanmu, Sisters?
Foto: freepik