#ResolusiSisters2017
Hai, Sisters!
Sisters, tahun baru menjadi momen yang “wah” bagi banyak orang. Mengapa? Ada banyak keinginan yang belum atau akan tercapai pada tahun ini. Resolusi tahun lalu yang terpikir akan terwujud tetapi kenyataan belum bisa. Kemudian, resolusi tahun lalu akan menjadi resolusi tahun ini (lagi) atau bahkan muncul resolusi baru yang lebih menginspirasi, segar, dan berefek pada sekitar. Apa saja itu?
Aku, mahasiswa, 19 tahun, tidak pernah terpikirkan untuk memiliki resolusi tahun baru. Karena, aku berpendapat jika seseorang ingin melalukan sesuatu yang baru bisa dilakukan kapanpun, tidak berpatokan pada tahun baru. Kemudian, aku baru sadar aku perlu memacu diri agar menjadi lebih berbeda, produktif, keren dari tahun sebelumnya. Dan resolusilah yang menjadi pembuka jalan. Ini adalah #ResolusiSisters2017 yang kupilih.
Resolusi tahun 2017 ini tidak akan berjauhan dari hobiku semenjak awal SMA. Membaca. Membaca sudah menjadi kewajiban harianku terutama membaca novel. Mulai dari menunggu bus, berada di transjakarta, menunggu jam kuliah, hingga terkadang sambil makan bekal. Pokoknya, aku selalu membaca novel.
Novel masa SMA yang masih kuingat adalah Lupus karya Hilman yang bentuknya mini dan karya-karya Raditya Dika dengan alur sederhana yang lucu. Semasa SMA aku hanya memilih novel bergenre cinta remaja yang bisa membuatku menitikkan air mata. Saat itu, aku belum tahu bahwa ternyata membaca novel bisa menumbuhkan empati terhadap tokoh cerita. Hal ini sudah dibuktikan melalui sejumlah penelitian.
Salah seorang teman SMA pernah mengajakku ke perpustakaan daerah di bilangan Kuningan. Aku merasa takjub karena aku belum pernah mengunjungi tempat yang dari baunya saja sudah sangat menenangkanku. Sejak itulah aku sering mengunjunginya dan meminjam novel. Bahkan saking terpesonanya, aku memilih perpustakaan menjadi rumah keduaku. Aku jadi teringat kutipan dari Jorge Luis Borges, “I have always imagined that Paradise will be kind of library.”
Berlanjut ke jenjang kuliah, kesukaanku pada novel bertransformasi menjadi sebuah kegilaan, pelarian akan masalahku. Bahkan, John Green berpendapat bahwa buku adalah pasangan yang paling setia yang bisa didapatkan seseorang. Hal itu benar adanya. Seorang intovert sepertiku merasa asing berada dalam keramaian sehingga membaca novel bisa menjadi solusinya.
Pikiranku menjadi sedemikian terbuka seiring berjalannya waktu. Aku pun memutuskan untuk membaca novel klasik. Pertama-tama, aku membaca karya Jane Austen. Kupilih Jane Austen karena ia adalah sosok perempuan yang menginspirasi pada masanya sehingga aku bisa memahami dirinya melalui karyanya yang juga bisa ditularkan kepadaku hanya dengan membacanya.
Pada tahun 2017 ini aku bulatkan tekad untuk membaca lebih banyak karya klasik lokal dan luar. Membaca karya klasik menjadi kekayaan dan kehebatan bagiku. Aku membayangkan diriku berada dalam cerita, lalu melihat semua kejadian tanpa ada tembok pemisah berupa dimensi waktu dan tempat.
Dengan membaca karya klasik, sebagai perempuan, aku bisa memahami segala hal yang dituangkan oleh si penulis waktu itu secara lebih detail. Apalagi yang berhubungan dengan perasaannya terhadap sekitarnya yang hanya bisa diungkapkan dengan kata-kata. Begitulah, resolusi tahun 2017-ku yang lebih merujuk pada menghargai karya klasik yang mungkin terlupakan oleh sebagian besar perempuan masa kini. Semoga tahun ini aku mendapat “teman seperjuangan” dalam membaca karya klasik.
Ayo kita membaca karya klasik, sisters! Ayo, menjadi inspiratif bagi sesama!
Salam, Sisters!
(picture from www.missliterati.com/blog/Our-5-Favorite-Must-Read-Classic-Novels)