Di balik kemegahan ibukota Jakarta, tersimpan jejak sejarah yang panjang dan kaya budaya. Sisternet bersama Tripsista mengajak Sisters mengenal salah satu sisi masa lalu kota berusia 400+ tahun ini, dengan berjalan-jalan di Pecinan di Sabtu pagi, 26 Maret 2016. Titik jumpa di Taman Fatahillah (dulu disebut “Stadhuis Plein”) dikelilingi bangunan berabad silam yang cantik karena telah dipugar: gedung Stadhuis (Balai Kota) VOC yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta, gedung PT Pos Indonesia, dan Museum Wayang yang dahulunya sebuah gereja.
Setelah mengabadikan momen jumpa Sisters, pasukan penjelajah SisterTrip berbusana serba pink pun memulai petualangannya di Kota Tua (Oud Batavia). Berjalan menyusuri Kali Besar atau “De Groote Kanaal,” kami pun melangkah memasuki daerah Pecinan.
Blusukan di Pecinan Jakarta
Pasar Pagi Asemka! Tentunya para Sisters ingin menjelajah pasar yang tersohor sebagai pusat belanja dengan harga supermurah ini. Tapi karena waktunya tidak banyak, maka kami terus berjalan, dipimpin Mas Sofiyan--pemandu wisata kami--memasuki Jalan Perniagaan.
Jalan Perniagaan ini dulunya dikenal sebagai jalan Patekoan, konon riwayatnya berawal dari kata “pat te-koan” yang berarti “delapan buah teko atau poci.” Nama ini mengingatkan pada kisah seorang Kapiten Cina, Gan Djie (1663-1675), salah satu penghuni jalan ini bersama istrinya yang sangat dermawan. Setiap hari sang istri menyediakan delapan buah teko berisi air teh. Mengapa delapan? Angka ini dianggap angka baik yang membawa “hoki” atau peruntungan dalam kosmologi Cina. Siapa pun pejalan kaki letih yang melewati rumahnya dipersilakan minum air teh tersebut, cuma-cuma.
Bangunan yang merupakan “permata bersejarah” di jalan Perniagaan adalah rumah Keluarga Souw yang masih terlihat orisinil walaupun sudah berusia tiga abad lebih. Keluarga Souw yang kaya raya ini beranggotakan kakak beradik yaitu Souw Siauw Tjong, si dermawan yang mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak pribumi di tanah miliknya, serta Souw Siauw Keng yang merupakan “luitenant de Chineezen” di Tangerang. Tjong juga membantu orang-orang miskin, dan namanya pun tercantum sebagai salah seorang donor pemugaran Kelenteng Boen Tek Bio di Tanggerang dan Kelenteng Kim Tek Ie di Batavia. Karena kedermawanannya ini, Tjong diberi gelar kehormatan “luitenant titulair” oleh pemerintah Hindia Belanda di tahun 1877.
Ada satu lagi gedung dengan latar sejarah dahsyat di Jalan Perniagaan, yaitu gedung yang saat ini digunakan SMAN 19 –di kalangan warga Pecinan terkenal dengan nama “Cap Kau” (artinya “Sembilan belas.”) Di gedung inilah didirikan sebuah organisasi Tionghoa “modern,” Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di tahun 1900, delapan tahun sebelum Boedi Oetomo lahir. THHK ini kemudian mendirikan sekolah-sekolah sebagai reaksi terhadap pemerintahan Belanda yang tidak menyediakan pendidikan bagi anak-anak Tionghoa. Di gerbang gedung sekolah Cap Kau masih terdapat piagam batu untuk menandakan pendirian THHK. Bayangkan, piagam ini berusia 116 tahun! Sayang kami tidak sempat mengunjungi gedung ini.
Kami pun melanjutkan penjelajahan menuju Petak Sembilan, sebuah tempat pertemuan budaya dan agama.
Bersambung: Pesona Sejarah Kota Tua Jakarta dalam Secangkir Teh (2/2)