Sisters, dilansir dari ukmindonesia.id, menurut Kathleen Kevany, conscious consumption adalah kemelekan konsumen akan pembelanjaan dan dampaknya terhadap aspek-aspek yang dianggap penting oleh konsumen tersebut yang umumnya berupa aspek sosial, ekonomis, dan lingkungan
Conscious consumption tidak bertitik berat pada tingkat harga, namun kepada purpose dari pembelanjaan. Ada dua bentuk conscious consumption yang semakin populer di kalangan konsumen yaitu Buycott dan Positive Purchasing. Buycott merupakan bentuk boikot konsumen kepada sebuah produsen yang melanggar nilai-nilai etis yang diyakini oleh konsumen, sedangikan Positive Purchasing adalah pembelanjaan konsumen dikarenakan sebuah perusahaan secara konsisten mendukung nilai-nilai yang dianggap ideal oleh konsumen.
UMKM Indonesia dapat memanfaatkan perubahan pola usaha dalam rangka memuaskan conscious consumer. Studi terkait aspek ekologi seperti penggunaan sumber daya secara hati-hati ternyata berhasil menurunkan biaya produksi, memotivasi pegawai untuk bekerja lebih efektif (karena pembatasan jam operasional), dan meningkatkan pembelanjaan dari konsumen.
Manfaat dalam bentuk penghematan biaya, akusisi pasar, dan dukungan dari pihak lain dapat dinikmati juga oleh UMKM apabila UMKM berfokus untuk menjaga nilai-nilai yang dianggap etis sehingga dapat mengakomodir kebutuhan conscious consumption. Namun ada beberapa hal yang juga patut dipahami oleh UMKM sebelum bisa menikmati manfaat ini. Antara lain:
1. UMKM harus memahami dengan tepat tipe konsumen yang akan melakukan pembelanjaan. Meskipun sudah menjadi tren, namun conscious consumption belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh konsumen yang ada. Sehingga, menentukan target conscious consumers merupakan hal awal yang perlu dilakukan oleh UMKM.
2. UMKM harus mampu untuk melakukan storytelling, menjelaskan mengenai aspek ideal yang sudah dilakukan oleh UMKM dalam menghasilkan produk, sehingga konsumen yakin bahwa pembelanjaan mereka memang benar mengakomodir nilai yang dikejar oleh konsumen. Terakhir, UMKM harus secara konsisten menjaga nilai yang dipromosikan oleh produknya.
Conscious consumers merupakan konsumen yang kritis dan secara rutin mengecek kesesuaian klaim produsen dengan praktik yang sebenarnya. Apabila ditemukan ketidakcocokan antara klaim dengan praktik di lapangan, hal ini dapat memberikan kekecewaan yang berlipat ganda bagi konsumen.
Pola pembelanjaan berkesadaran alias conscious consumption sedang dan akan terus menjadi tren di masa depan. Hal ini menghadirkan peluang bagi dunia usaha, terutama UMKM. Kemampuan UMKM untuk secara lincah mengatur ulang strategi di setiap proses bisnisnya membuat UMKM berpeluang lebih awal untuk memanfaatkan tren ini.
Namun, potensi ini harus dibarengi dengan kemampuan UMKM untuk memahami pasar dan konsumennya secara detil. Selain itu, UMKM juga dituntut untuk mengerti secara menyeluruh mengenai nilai ideal yang dikejar konsumen, dan secara konsisten mendukung nilai tersebut dalam seluruh proses usahanya.