Hai Sisters!
Namaku Rihlah Sa’idah, seorang single mom berusia 30 tahun. Sudah 4 tahun usia statusku sebagai single mom tepat dengan usia anak laki – lakiku. Seiring bertumbuhnya anakku, keinginan untuk selalu menemani hari – harinya adalah hal utama yang aku lakukan. “Mah, jangan kerja lagi yah temenin dede aja!”, ucapan itu yang selalu terngiang – ngiang saat aku berniat untuk mencari pekerjaan setelah 2 tahun yang lalu aku resign dari tempat kerjaku sebagai Staff Warehouse di sebuah Perusahaan Kertas.
Sekitar Juni 2019, tepat dengan datangnya bulang Ramadhan 1440 H akhirnya aku mencari kesibukan dengan mencoba usaha kue kering (cookies). Kebetulan di tempat tinggalku belum ada yang membuat kue kering. “Aaahh…pucuk dicinta ulam tiba”. Rasanya semangat sekali aku melakukan usaha ini, berharap laris manis dan awet. Berbekal resep yang diberikan Ibuku, yang kebetulan Ibuku memang sudah 5 tahun berbisnis kue kering di tempat tinggalnya. Dulu aku selalu membantu ibuku memberikan polesan telur dan keju di atas kuenya, namun sekarang aku sendiri yang membuat kue kering ini mulai dari proses awal sampai selesai packing kirim ke customer.
Kue kering atau cookies kerap menjadi salah satu hidangan yang wajib disajikan di meja ruang tamu atau keluarga saat hari raya atau acara tertentu, seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal, arisan atau sekedar kumpul bersama teman – teman di rumah. Bukan hanya itu saja, saat ini kue kering juga dijadikan sebagai parcel untuk diberikan kepada orang lain sebagai bentuk tanda bakti, hormat dan sebagainya. Dengan begitu, tidak sedikit orang yang memanfaatkan moment tersebut dengan membuka peluang usaha kue kering. Kue kering memiliki berbagai macam jenis, mulai dari nastar, semprit, kastengel, putri salju dan sebagainya.
Ditahun pertama sebagai pemula Alhamdulillah usahaku lancar, dengan bermodal Rp. 1 juta, omsetku mencapai Rp. 6 juta juta. Aku memasarkan kue keringku di toko – toko, adapula yang aku tawarkan ketika ada perkumpulan arisan. Mereka bilang, “ Kue nya enak bu, rasanya pas ga bau telur”. Betapa senangnya diriku. Saat itu harga untuk kue nastar, semprit, putri salju aku menjual Rp. 40.000 per toples, kue kastengel Rp. 50.000 per toples. Untuk beratnya 1 toples kurang lebih ½ kg.
Seiring waktu berjalan, usaha kue kering ku menurun terutama pada saat awal masa pandemi. Harga bahan baku naik hingga 10 sampai 20 persen. Tapi, aku ga kehabisan akal. Sebagai langkah mengatasi penurunan pesanan akibat corona, aku memberikan promo kepada pelanggan. Bagi pelanggan yang membeli 3 toples kue kering, akan mendapatkan potongan harga Rp. 5 ribu setiap toplesnya. Lewat akun istagram @hanicatering aku memasarkan khusus untuk kue kering ku. Karena selama ini memakai akun pribadiku. Aku terus tawarkan ke berbagai media sosial lainnya.
Aku pun membuat kue yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Beberapa kue tradisional aku mencoba membuatnya untuk tambahan variasi usaha kueku. Walaupun tak sama seperti penjualan di tahun sebelumnya, tapi cara ini berhasil merebut minat orang – orang pecinta kuliner untuk membeli kue ku.
Tujuanku mengikuti Modal Pintar dari Sisternet ini adalah, aku ingin sekali mengembangkan usahaku lebih besar lagi. Ingin membeli peralatan pendukung kue yang mumpuni seperti mixer, oven. Aku juga ingin membuka offline store supaya lebih banyak lagi yang membeli.
Selain itu aku ingin membuktikan kepada orang tuaku bahwa aku bisa mencari penghasilan sendiri tanpa menyusahkan orang tua, dan juga ingin aku tunjukan kepada semua orang tentang stigma negative seorang single mom. Bahwa seorang single mom bisa berkarya, bisa menghasilkan cuan secara positif.