Sisters, pajak merupakan salah satu sumber penghasilan terbesar negara. Pajak ini diperoleh dari setiap warga negara wajib pajak yang berpenghasilan dengan jumlah tertentu atau pelaku usaha dengan kriteria tertentu.
Kamu sebagai pelaku usaha yang sudah memiliki omset tertentu per tahun tergolong wajib pajak. Melalui pajak, kamu berkontribusi secara langsung bagi perekonomian nasional. Walau begitu, sebagai pelaku usaha, kamu perlu memahami apa itu pajak, terutama pajak usaha bagi bisnismu, sebelum membayarkannya.
Apa Itu Pajak?
Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pajak merupakan “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pajak bisa dilihat sebagai peran serta warga negara bagi pembangunan nasional negaranya. Pajak tidak selalu diartikan sebagai kewajiban bagi warga negara saja, lho. Pajak juga bisa diartikan sebagai hak warga negara. Maksudnya, melalui pajak, warga negara bisa menyalurkan haknya untuk berpartisipasi dalam membangun negara bersama-sama warga negara lainnya.
Uang pajak yang Anda berikan untuk negara masuk ke kantong pendapatan negara dari sektor pajak. Uang tersebut bisa dianggarkan untuk keperluan belanja pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya sendiri seperti pembangunan fasilitas umum hingga penganggaran kesehatan dan pendidikan. Uang pajak yang dianggarkan untuk kepentingan publik tersebut tidak boleh masuk ke kantong pribadi pejabat negara.
Walau begitu, bentuk pajak tidak hanya berjenis pajak penghasilan saja. Ada juga yang disebut sebagai pajak kendaraan dan pajak usaha. Pajak UKM atau UMKM termasuk pajak usaha, baik bentuk usahanya dibangun dengan modal pinjaman ataupun tanpa pinjaman.
Pentingkah Pajak bagi Bisnis UMKM?
Pelaku bisnis UMKM yang mendapatkan peredaran bruto atau omset di bawah Rp 4,8 miliar per tahun wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% dari keseluruhan jumlah omset. Besaran tarif pajak ini turun setengahnya dari peraturan sebelumnya sejumlah 1%.
Tarif pajak baru bagi bisnis UMKM ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PP tersebut menggantikan PP sebelumnya Nomor 46 Tahun 2013.
Ketentuan ini bisa berlaku untuk UMKM dengan omset tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun seperti usaha dagang, toko/kios/kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung atau rumah makan, salon, dan lain-lain. UMKM konvensional atau offline dan bisnis online, yang transaksi jual-belinya berlangsung di marketplace atau media sosial, pun bisa menikmati tarif pajak rendah ini.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan, baik penghasilan individu, badan, ataupun perusahaan. Penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis seorang individu atau badan usaha yang bisa diperoleh dari dalam negeri ataupun luar negeri. PPh berlaku untuk berbagai bentuk UMKM, baik bentuk usaha konvensional yang memiliki bangunan fisik ataupun bentuk usaha online yang ruang transaksinya berwujud online karena berlangsung di e-commerce.
Lalu, pentingkah pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5% bagi bisnis UMKM? Tentu saja penting. Selain berguna bagi keberlangsungan pembangunan nasional dalam memfasilitasi keperluan publik bagi masyarakat luas, PPh juga berguna di ruang internal usaha Anda. Berikut adalah beberapa keuntungannya:
Cara Menghitung Pajak Bisnis
Seperti yang telah sedikit disinggung sebelumnya, menghitung pajak UMKM cukup mudah. Kamu tinggal harus menjumlahkan peredaran bruto usahamu atau omset selama satu bulan. Kemudian, angka yang didapat dikalikan tarif pajak 0,5%.
Berikut adalah beberapa contoh cara menghitung pajak UMKM:
1. Contoh pertama
Pak Salman memiliki usaha kecil sebagai pedagang pakaian dengan omset sebulan sebesar Rp 15.000.000. Dengan omset sejumlah demikian, maka Pak Salman sudah tergolong sebagai wajib pajak yang memenuhi syarat untuk menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2018. Perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut:
Sebagai catatan, penggunaan tarif istimewa setengah persen ini memang ada batas waktunya sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018. Bagi wajib pajak pribadi, aturan ini bisa berlangsung selama 7 tahun. Untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi atau firma bisa berlangsung selama 4 tahun. Sementara untuk wajib pajak badan berbentuk Perseroan Terbatsa (PT) hanya berlangsung selama 3 tahun saja.
2. Contoh kedua
Pak Salman adalah pelaku bisnis UMKM yang baru merintis usahanya. Maka dari itu ia belum banyak mendapatkan omset, bahkan masih banyak mengalami kerugian. Dalam situasi semacam demikian, Pak Salman boleh memilih untuk tidak dipungut pajak. Syaratnya, Pak Salman harus menyampaikan pemberitahuan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Baca juga: Tips Rahasia Sukses Mengelola Keuangan untuk UKM
3. Contoh ketiga
Pak Salman memiliki omset usaha senilai Rp 700.000.000 per tahun. Namun ternyata istri Pak Salman juga memiliki usaha sendiri yang per tahunnya bisa memperoleh omset sebesar Rp 500.000.000. Lalu, keduanya juga belum dikaruniai seorang anak. Bagaimana cara menghitungnya?
Cara menghitungnya bisa dilakukan dengan dua cara, yakni Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) suami istri tersebut bisa digabung ataupun dipisah. Berikut contohnya:
Nah, itu dia cara menghitung Pajak Penghasilan Final dengan tarif 0,5% untuk usahamu. Jangan sampai lupa untuk bayar pajak usaha kamu, ya Sisters!