Secara umum, tantrum memiliki definisi berupa perilaku destruktif untuk melampiaskan emosi yang bisa melibatkan tindakan fisik maupun teriakan. Tantrum terjadi sebagai respon atas tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginan seseorang. Anak-anak wajar mengalaminya karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi dan menyampaikan apa yang mereka inginkan. Anak-anak juga belum mampu mengungkapkan kekecewaannya dan mengendalikan emosi negatif mereka.
Orang dewasa jarang menyebut perilaku tersebut sebagai perilaku tantrum. Perilaku melampiaskan emosi secara berlebihan itu biasanya dilabeli hanya sebagai ‘marah’, ‘mendidih’, dan ungkapan-ungkapan lainnya. Marah tentu saja emosi dasar yang dimiliki tiap manusia dan wajar terjadi. Namun, jika berlebihan maka hal itu menjadi tidak baik.
Jika perilaku marah terjadi secara berulang-ulang, dapat diprediksi, dan berdampak buruk pada diri sendiri maupun dengan hubungan sosial, perilaku marah tersebut perlu diketahui lebih dalam untuk diatasi.
Berikut ini adalah ciri-ciri orang dewasa yang sedang mengalami tantrum atau marah secara berlebihan:
- Wajah menjadi tegang
- Berbicara menggunakan kecepatan yang tinggi
- Nada suara yang intens dan keras
- Jalan atau bergerak cepat (seperti: berjalan mondar- mandir)
- Mengungkapkan kata yang kasar atau umpatan
- Gerakan menjadi lebih agresif
- Mudah tersinggung
Jika kita melihat orang di sekitar kita seperti itu, maka kita perlu berhati-hati agar tantrum atau emosi yang dialaminya tidak menyakiti orang disekitarnya. Namun apabila kita menyadari hal tersebut sering terjadi pada diri, maka kita perlu mengevaluasi diri.
Penyebabnya
Banyak permasalahan-permasalahan ketika dewasa disebabkan apa yang terjadi di masa lalu. Ketika mereka masih kanak-kanak dan melakukan tantrum, orang tua tidak mengajarkan dan membimbing mereka untuk keluar dari periode itu.
Selain itu, orang tua bisa saja tidak berempati dengan emosi dan perasaan yang dirasakan anak ketika mereka tantrum. Orang tua tidak mau mengerti kebutuhan sang anak. Ketika mereka dewasa, mereka jadi tidak mengerti bagaimana mengontrol emosinya dan menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Selain itu, marah atau pelampiasan emosi negatif secara berlebihan bisa disebabkan kecemasan, depresi, stress, kekhawatiran berlebihan, pemikiran irasional, bahkan penyakit mental yang belum terdiagnosis.
Cara menghadapi orang dewasa yang tantrum
Jika anak kecil yang tantrum saja terkadang membuat kita kewalahan, tentu saja orang dewasa yang tantrum akan lebih membuat kita kebingungan untuk mengatasinya. Jangan khawatir, ini dia beberapa tips untuk menghadapi mereka.
- Tetap tenang
Satu hal yang pasti, kita tidak mungkin bisa berargumen atau menasehati mereka ketika emosi negatif sedang menguasai pikiran mereka. Jika kita mengkonfrontasi mereka, meski dengan cara yang baik, tidak ada jaminan mereka bisa menerimanya dan kemungkinan mereka bisa lebih marah.
- Tunjukkan bahwa kamu mengerti mereka
Katakan bahwa kamu memahami emosi mereka dengan tenang.
- Tetapkan batasan. Setelah berempati dan berusaha memahami emosi mereka, kita juga harus menetapkan batasan agar mereka tidak melakukan sesuatu yang merugikan atau membuat kita tidak nyaman. Contohnya, “Saya mengerti kamu kesal karena klienmu, tapi kamu tidak bisa melampiaskannya dengan melempar barang di ruangan ini”
- Berikan waktu
Tegaskan pada mereka bahwa kamu akan berbicara dengan mereka ketika situasinya sudah tenang, emosi mereka sudah mereda, dan bisa diajak bicara.
- Atur nafasmu sendiri
Jangan sampai kamu juga terpancing emosinya. Alihkan perhatianmu atau sibukkan dirimu agar kamu tidak terganggu dengan apa yang mereka lakukan.
Meski menyebalkan, jangan terlalu diambil hati hingga mempengaruhi kesejahteraan mentalmu sendiri. Pahami bahwa terkadang mereka mempunyai alasan yang tidak bisa dijelaskan, atau bahkan tidak diketahui.
Bagaimana jika hal ini terjadi padamu?
Jika belum terlalu parah (mengganggu kehidupan personal, sosial dan kesehatan mental), maka kamu bisa mengidentifikasi penyebab dari tantrum yang terjadi seperti: kapan hal itu terjadi, apa penyebab umumnya, sejak kapan aku begini, untuk berapa lama aku marah, apa yang biasanya aku lakukan ketika marah, dan sebagainya.
Dengan mengidentifikasi, kamu bisa berusaha menghindari pemicunya dan mencari solusinya. Kamu bisa melakukan terapi obat, konseling, modifikasi perilaku, manajemen emosi, hingga psikoterapi. Tapi ingat, semua itu dilakukan harus atas saran dan pertimbangan dari tenaga profesional yang berkompeten pada kesehatan mental.