Sisters, belakangan ini sering ditemui kasus-kasus penemuan penyakit mental baru, dan orang-orang yang berjuang melawan depresi ataupun penyakit mental yang sedang dihadapi.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa tantangan hidup, tekanan sosial, ataupun tuntutan sekeliling kita sering menjadi pemicu stres. Bahkan terkadang hal-hal sepele pun tanpa disadari dapat menganggu kesehatan mental kita seperti komentar miring dari orang lain dan sebagainya.
Nah, 5 hal sederhana ini bisa menjadi langkah detoksifikasi mental dan memperkuat imunitas kita dalam menangkal racun-racun, Sisters.
1. Jangan biasakan diri bergantung pada orang lain, agar terhindar dari racun kecewa
Memang benar bahwa manusia itu adalah makhluk sosial, jadi kita tidak bisa melakukan segala sesuatunya seorang diri. Tapi bukan berarti itu dijadikan alasan untuk terus bergantung pada orang lain. Jangan biarkan kita tidak terbiasa sendiri, dan seolah kalau mau apa-apa harus dibantu orang lain. Kenapa? Karena ada kemungkinan bisa dikecewakan orang lain. Yah, namanya juga manusia. Nggak ada yang sempurna, Sisters.
Tapi, keseringan dikecewakan membuat akar pahit dalam diri kita, yang lama-kelamaan menjadi penyakit. Kita menjadi sulit percaya pada orang lain, kita men-generalisasi bahwa semua orang sama dan sebagainya. Akhirnya berujung pada kita merasa sendirian, kehadiran orang-orang tidak berguna dan membuat kita lelah dengan kehidupan.
So, coba untuk menyelesaikan segala sesuatunya sendiri, kalau ada yang bisa menolong bersyukurlah, tapi kalau tidak pun kita tetap bisa survive.
2. Tangkal racun sakit hati dengan berhenti mengharapkan kebaikan kita dibalas dengan setara
Sebenarnya saat kita berbuat baik pada orang lain, kita tidak mengharapkan pamrih dalam bentuk apapun. Tapi ada kalanya kebaikan kita malah dibalas dengan perbuatan yang tidak menyenangkan. Seperti peribahasa yang pernah ada “air susu dibalas air tuba” atau “kacang lupa kulitnya”. Sebagai manusia tentunya wajar jika kita merasa sakit hati.
Namun, masalah yang lebih berat adalah ketika kita berharap orang lain juga memperlakukan kita dengan sama. Contoh sederhana ketika teman ulang tahun kita selalu mengucapkan atau memberikan kado, dan tanpa disadari timbul dalam hati kita pikiran bahwa “kalau gue ulang tahun dapat apa ya?” dan ternyata teman kita bahkan lupa hari ulang tahun kita, lalu berujung sakit hati. Padahal hal itu tidak seharusnya membuatmu sakit hati.
Ketika berbuat baik, coba landaskan dengan keihklasan, dengan begitu kita ga perlu membandingkan apa yang sudah kita lakukan untuk orang lain, dan apa balasan orang lain pada kita. Kalau perlu jangan ingat semua kebaikan yang sudah pernah kita lakukan dan biarkan Tuhan saja yang mencatatnya.
3. Minimalkan resiko racun kesombongan dengan tidak mudah puas diri dan melatih sikap empati pada orang lain
Ini adalah tantangan bagi generasi milenial. Rasa percaya diri yang terlalu tinggi jika tidak di kontrol dengan baik, bisa membuat kita merasa sudah paling hebat lalu berpuas diri dan berujung pada kesombongan.
Orang yang sombong, biasanya merasa orang lain tidak setara dengan dirinya. Sehingga menyebabkan ia sulit menemukan orang yang dianggap layak untuk dirinya. Dan juga orang-orang malas berteman dengan orang sombong.
Percaya diri itu baik, tapi kita juga harus melihat orang-orang yang “diatas” kita. Coba refleksi diri dan gali potensi apa lagi yang masih harus kita kembangkan agar tidak cepat puas diri. Dengan terus belajar tentunya juga akan menambahkan nilai diri kita. Coba juga menghargai perjuangan orang lain.
4. Jangan batasi kemampuan dirimu karena terserang racun takut dan mudah menyerah
Racun ini adalah kebalikan dari rasa percaya diri yang terlalu tinggi, yaitu rasa takut dan mudah menyerah. Sebenarnya ini berakar dari rasa rendah diri. Kita mampu melakukan banyak hal, namun kita membatasi diri dengan tidak mau mencoba terlebih dahulu, atau baru dicoba tapi sudah menyerah dan bilang tidak bisa.
Ini bisa di dinetralisir dengan cara terus memberikan tantangan pada diri kita sendiri. Sekecil apapun tantangan yang ada coba diambil dan dihadapi. Kalau kita merasa butuh mentor atau tutor, diskusikan dengan orang-orang yang lebih ahli dalam bidangnya. Bisa juga bergabung dengan komunitas atau berkumpul dengan orang-orang positif yang bisa mendukung kita untuk berkembang.
5. Mencintai diri sendiri dan selalu bersyukur, dengan begitu kita akan terbebas dari racun iri hati
Mayoritas orang mengalami stress atau depresi diawali dengan ketidakmampuan untuk menerima dan mencintai diri sendiri. Mungkin saja karena memiliki keterbatasan secara fisik, akademis, finansial atau hal lainya. Terkadang, terlalu fokus dengan keterbatasan yang ada membuat kita sulit merasa bersyukur atas apa yang kita miliki.
Pada kondisi tersebut kita akan menjadi sasaran empuk dari racun iri hati. Kita jadi susah melihat orang lain senang, dan senang melihat orang lain susah.
Akhirnya kita jadi mudah iri dengan kehidupan orang lain. Hal tersebut akan semakin memperburuk kesehatan mental kita. Iri hati juga membuat kita semakin memandang negatif diri sendiri dan kehidupan kita.
Untuk itu sebelum racun itu menyebar, coba kita sering-sering melihat sekeliling kita, ternyata banyak hal-hal baik dan berkat-berkat yang sudah kita terima. Jangan persempit hal baik tersebut sebatas uang, barang atau kecantikan. Tapi bisa jadi itu berupa kesehatan, teman-teman yang menerima kita apa adanya, keluarga yang selalu siap sedia. Rekan kerja yang koperatif dan tidak saling menjatuhkan, atasan yang perhatian, dan banyak lagi.
Dengan fokus pada hal-hal baik tersebut, kita akan mudah bersyukur atas kehidupan kita. Setelah bersyukur tentunya kita punya banyak alasan untuk mencintai hidup yang kita jalani. Kalau hidup kita sudah begitu menyenangkan lalu apa yang harus bikin kita stress? Hati yang gembira adalah obat bukan?
Jangan biarkan tubuh kita dipenuhi racun-racun yang seharusnya bisa kita buang jauh-jauh. Yuk, sama-sama belajar dan menjaga mental kita selalu sehat, agar kita juga bisa membantu orang lain berjuang menyehatkan mental, Sisters!