Sisters, dalam Pasal 33 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia: bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Nah, maka dari itu, patut dicatat bahwa yang wajib menggunakan bahasa Indonesia hanya bangunan atau gedung yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
Bangunan/ gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan yang dimaksud meliputi: perhotelan, penginapan, bandar udara, pelabuhan, terminal, stasiun, pabrik, menara, monumen, waduk, bendungan, bendung, terowongan, tempat usaha, tempat pertemuan umum, tempat hiburan, tempat pertunjukan, kompleks olahraga, stadion olahraga, rumah sakit, perumahan, rumah susun, kompleks permakaman, dan/atau bangunan atau gedung lain.
Akan tetapi terdapat pengecualian berdasarkan Pasal 33 ayat (3) Perpres 63/2019, apabila bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan memiliki nilai sejarah, budaya, adat-istiadat, dan/atau keagamaan, maka nama geografi dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Penggunaan Bahasa daerah atau bahasa asing tersebut ditulis dengan menggunakan aksara latin sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) Perpres 63/2019. Khusus untuk penggunaan bahasa daerah dapat disertai dengan aksara daerah sesuai bunyi Pasal 33 ayat (5) Perpres 63/2019.
Jadi, kesimpulannya adalah, benar bahwa nama gedung di Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia yang didirikan atau dimiliki warga negara Indonesia saja, Sisters. Jika gedung tersebut memiliki nilai sejarah, budaya dan adat istiadat, tidak wajib, ya! Bisa menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah.
Nah, semoga artikel ini bermanfaat, ya, Sisters!
sumber : klinikhukumonline.com