Sisters, pernah kan kamu mendengar “Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga. Selamat pagi, Emak. Selamat pagi, Abah. Mentari hari ini berseri indah. Terima kasih, Emak. Terima kasih, Abah. Untuk tampil perkasa bagi kami putera puteri yang siap berbakti.”
Sepenggal lirik lagu berjudul “Harta Berharga” yang dinyanyikan peserta Forum Anak Nasional (FAN) 2019 dari seluruh wilayah Indonesia menggema dalam pertemuan Satu Dekade FAN. Kegiatan yang mengambil tema “Kita Beda Kita Bersaudara, Bersama Kita Maju” ini diselenggarakan di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan diikuti oleh Forum Anak dari 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Peran penting keluarga mengemuka dalam diskusi pemetaan masalah dalam pertemuan FAN 2019. Berbagai permasalahan mereka anggap masih kerap dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik dan seksual, diskriminasi, eksploitasi anak, trafficking, serta perkawinan anak. Oleh karena itu, peran keluarga diperlukan guna mencegah tindakan tersebut, Sisters.
Perwakilan Forum Anak Daerah Istimewa Yogyakarta, Ara mengatakan kelompoknya mengangkat isu perkawinan anak mengingat Indonesia merupakan negara yang menempati peringkat ke-7 tertinggi di dunia. “Untuk menekan angka perkawinan anak, kami ingin mendorong peran anak sebagai 2P (Pelopor dan Pelapor) melalui pendekatan dengan teman sebaya dan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya. Kami berharap agar batas minimal usia perkawinan dinaikkan, baik untuk perempuan dan laki-laki,” tutur Ara.
Menurut Ara, peran keluarga sangat penting untuk menekan angka perkawinan anak karena lingkungan terdekat anak adalah keluarga. Keluarga sangat berpengaruh terhadap terjadinya perkawinan anak karena beberapa penyebab perkawinan anak, diantaranya adalah rendahnya pendidikan orang tua dan ketidakharmonisan dalam keluarga. “Anak tidak mungkin mencari dunia yang lebih mengasyikan di luar jika di lingkungan keluarganya, ia telah merasakan kebahagiaan,” kata Ara.
Berbeda dengan Ara, perwakilan Forum Anak Nusa Tenggara Barat, Akbar mengatakan kelompoknya mengangkat isu pekerja migran dalam diskusi bersama teman-temannya. Mereka menilai masih banyak anak yang menjadi pekerja migran di Indonesia.Akibatnya, anak-anak tidak mendapatkan hak-haknya. Ketika menjadi pekerja migran, mereka disiksa, dipekerjakan tanpa upah yang layak, dan identitas dipalsukan, terutama dari faktor usia.
“Pemerintah harus mengedukasi masyarakat untuk menghilangkan stigma bahwa bekerja di luar negeri dapat memberikan upah yang lebih besar. Kami berharap pemerintah dapat menyediakan lapangan pekerjaan agar masyarakat memilih bekerja di Indonesia dibandingkan negara lain,” ujar Akbar.
Kemudian Akbar menambahkan orang tua juga harus dapat mempertahankan keharmonisan keluarga. Masih ada anak-anak yang mudah dieksploitasi karena ketidakharmonisan keluarga. Komunikasi antara orang tua dan anak juga menjadi hal penting untuk memastikan agar anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah.
Hari ke-tiga pertemuan FAN 2019, para peserta yang telah dibagi dalam lima kelompok berdasarkan lima klaster perlindungan anak melakukan pemetaan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam perlindungan anak, pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak diuraikan dalam 5 (lima) klaster, yaitu: (1) Klaster 1: Hak sipil dan kebebasan; (2) Klaster 2: Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; (3) Klaster 3: Kesehatan dasar dan kesejahteraan; (4) Klaster 4: Pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan (5) Klaster 5: Perlindungan khusus.
Pemetaan masalah dalam lima klaster tersebut kemudian dikemas dalam pementasan puisi dan drama musikal yang menarik. “Yuk kita bersama menjadi pelopor dan pelapor, wujudkan Indonesia yang layak anak,” seru mereka mengakhiri pementasan drama musikal.
Sumber Info: PUBLIKASI DAN MEDIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Telp.& Fax (021) 3448510, e-mail : publikasi@kemenpppa.go.id