Hai Sisters! Kamu salah satu perempuan bekerja? Nah, kamu wajib tahu bahwa pekerja maupun pemberi kerja yang berada di wilayah Republik Indonesia terikat dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang yang berlaku saat ini adalah UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN. Ada beberapa detail tambahan diatur dalam Peraturan/Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Bukan hanya pemberi kerja, dalam ini diwakili oleh bagian HRD (Human Resource Department), tetapi juga harus dipahami oleh para pekerja. Pekerja diharapkan mampu memahami hak dan kewajiban dalam ikatan kerja sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Nah, jika sampai terjadi suatu permasalahan maka pekerja dapat menghubungi dinas ketenaga kerjaan di wilayahnya yang kemudian akan dimediasi untuk mencari penyelesaian, jika masih tak ada jalan keluar maka akan berlanjut pada tahapan hukum berikutnya. Namun ada baiknya para pekerja sudah memahami sejak awal tentang undang-undang tenaga kerja ini, sehingga dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang.
Berikut ini akan diulas beberapa hal penting yang harus dipahami pekerja sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.
Status Pekerja
Setiap pekerja berhak mengetahui statusnya dalam sebuah perjanjian kerja, perjanjian kerja ini pada dasarnya terkait dengan waktu atau masa kerja.
Upah, Jaminan Sosial serta Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Setiap pekerja berhak menerima upah dari hasil pekerjaannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Untuk pegawai tetap standar upah minimum adalah yang telah ditetapkan di masing-masing wilayah atau Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK) yang didasarkan pada ukuran kebutuhan hidup layak di daerah tersebut.
UMP dan UMK diterapkan sesuai dengan Peraturan Menteri No 7 Tahun 2013, pasal 20. Upah Minimum Kota biasanya lebih besar dari pada Upah Minimum Provinsi, hal ini didasarkan pada tingkat produktivitas dan perkembangan ekonomi di masing-masing kota dan provinsi.
Setiap pekerja berhak mendapat jaminan sosial yang mencakup kecelakaan kerja, pemeliharaan kesehatan dan hari tua. UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, UU No. 03/1992, UU No. 01/1970, Ketetapan Presiden No. 22/1993, Peraturan Pemerintah No. 14/1993, Peraturan Menteri No. 4/1993, dan Peraturan Menteri No. /1998 mengatur tentang hak pekerja atas jaminan sosial.
Waktu Kerja, Cuti, Libur dan Sakit
Sisters, selama waktu kerja, pekerja berhak mendapat waktu istirahat, libur maupun cuti yang merupakan hak sesuai undang-undang tanpa potongan upah.
4 bulan pertama upah dibayar 100%
4 bulan kedua upah dibayar 75%
4 bulan ketiga upah dibayar 50%
Untuk bulan-bulan selanjutnya upah dibayarkan sebesar 25% sebelum dilakukan pemutusan hubungan kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja
Nah, sekarang bicara soal PHK, nih, Sisters. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja karena hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha. PHK dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu, namun dilarang jika dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang. PHK wajib dirundingkan antara kedua pihak dengan mediasi dari Dinas Ketenagakerjaan. Jika perundingan tidak mencapai kesepakatan maka PHK hanya dapat diputuskan melalui penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau Pengadilan Hubungan Industrial. Jika PHK telah diputuskan maka pemberi kerja wajib membayar pesangon sesuai yang tertera pada undang-undang.
Pemutusan kerja secara masal ataupun perorangan yang dilakukan secara tidak adil maka pekerja berhak mendapat perlindungan dari pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga kerja. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE 907/Men.PHI_PPHI/X/2004.
Serikat Pekerja
Sisters, pekerja memiliki hak untuk bebas berserikat, dan melakukan kegiatan terkait serikat buruh/pekerja tanpa adanya intimidasi atau tindakan menghalang-halangi dari pemberi kerja. Kebebasan berserikat bagi pekerja telah diatur dalam Pasal 100. UU Ketenagakerjaan No13/2003. Jika pemberi kerja menghalangi dalam bentuk apapun, maka akan dikenakan sanksi pidana sesuai UU No 21/2000.
Hak Khusus Pekerja Perempuan
Secara kodrat perempuan memang berbeda dengan pria, Sisters. Pekerja perempuan pun tak terlepas dari kodrat tersebut. Tak perlu khawatir diberhentikan atau kehilangan hak sebagai pekerja saat mengandung/melahirkan.
Pasal 82 UU No13/2003 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan, yaitu berhak mendapat istirahat selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan setelah melahirkan.Untuk mendapatkan hanya pekerja harus menyertakan bukti kelahiran pada perusahaan.
Pasal 76 ayat 2 UU No13/2003 menyatakan pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungan maupun diri sendiri. Terkait undang-undang ini maka sebaiknya perempuan hamil memahami kondisinya dan tidak memaksa untuk terus bekerja jika memang tidak memungkinkan. Beban pekerjaan harus disesuaikan dengan kondisi perempuan pekerja yang sedang hamil.
Sementara pekerja yang mengalami keguguran mendapat hak cuti melahirkan selama 1,5 bulan sesuai Pasal 82 ayat 2 UU No 13/2003, dengan menyertakan surat keterangan dari dokter kandungan.
Menyusui atau memompa ASI pun sudah diatur dalam undang-undang. Jadi pekerja perempuan tak perlu khawatir lagi untuk tetap bekerja dengan aman dan nyaman meski dalam keadaan hamil, Sisters.
Bahkan pekerja perempuan pun berhak mendapat libur 2 hari saat menstruasinya, lho, ini diatur pada Pasal 81 UU No 13/2003. Namun sampai saat ini masih belum banyak pekerja yang memanfaatkannya. Entah karena belum mengetahui tentang undang-undang ini, merasa tidak membutuhkan karena kondisinya sehat-sehat saja atau memang karena beban pekerjaan yang harus segera diselesaikan, Sisters.