Sisters, kita memang tidak dapat menolak masuknya era teknologi yang semakin canggih di zaman yang modern ini. Banyak hal yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi, salah satunya adalah berkenalan dengan orang-orang baru.
Namun, kamu sebaiknya berhati-hati saat membiarkan anakmu berseluncur dalam dunia maya. Kasus Amanda Todd, dapat menjadi sebuah pelajaran untuk para orang tua dalam mengawasi anaknya ketika bermain internet.
Remaja asal Kanada itu memilih mengakhiri hidupnya karena tidak tahan karena bullying. Berikut adalah ulasan saat anak mengalami cyberbullying.
Apa itu cyberbullying?
Cyberbullying merupakan bentuk tindak kejahatan atau perlakuan kasar yang dilakukan seseorang maupun sekelompok orang kepada orang lain dengan menggunakan perantara media elektronik atau media online.
Contoh kejahatan yang dialami oleh Amanda Todd adalah teror yang mengancam secara terus menerus dan menyebarluaskan foto-foto pribadi saat remaja itu terpengaruh ajakan seseorang yang baru dikenalnya lewat dunia maya untuk berfoto dewasa.
Tak hanya dalam ranah dunia maya, efek cyberbullying juga akhirnya merambat ke dunia nyata hingga ke lingkungan sekolah dan keluarga yang akhirnya menjadi tekanan dan memberi dampak depresi.
Mengapa bisa terjadi?
Pada umumnya, korban yang mengalami cyberbullying adalah remaja. Saat ini jarang sekali kamu bisa menemukan remaja yang tidak memiliki akun jejaring sosial, bahkan sejak mereka bayi mungkin sudah dibuatkan.
Usia remaja biasanya terjadi krisis identitas dan lebih menyukai lingkungan di luar keluarga. Banyak ingin tahu dan mudah terpengaruh oleh tren masa kini, seperti berfoto selfie dan mem-posting harta benda untuk menarik perhatian orang lain. Ketahuilah, hal ini menjadi cikal bakal cyberbullying, terutama pada anak yang masih mudah dipengaruhi.
Lalu bagaimana pencegahannya?
Melarang anak untuk tidak memiliki akun jejaring sosial mungkin akan sangat sulit, terlebih kita juga tidak dapt menutup mata bahwa saat ini jejaring sosial juga menjadi sebuah wadah untuk mempermudah komunikasi antar keluarga, dan teman-teman di sekolah.
Oleh karena itu, kamu harus memberikan pengawasan dan aturan-aturan saat anak ingin bermain jejaring sosial dan mem-posting foto-fotonya. Namun jika anak sudah terlanjur menjadi korban cyberbullying, kamu harus bantu mengatasinya agar anak tidak menjadi depresi dan mengambil tindakan yang berbahaya, Sisters. Jangan pernah menambahkan kesalahan anak dengan ikut menyalahkannya. Percayalah, hal ini sama sekali tidak menolongnya.
Bawa dia ke psikolog dan bantu dia menyadari kesalahannya dengan memberikan penjelasan bahwa dia bukan satu-satunya korban. Namun, tegaskan bahwa banyak cara yang dapat dilakukan untuk memulai kembali lembar baru yang lebih baik.
Kumpulkan semua bukti yang menjadi ancaman dari pem-bully anakmu untuk diserahkan pada pihak yang berwajib agar si pelaku juga jera, Sisters.
Nah, mulai sekarang, jangan acuh dan jangan lengah saat anakmu sedang berselancar di dunia maya dan jangan sampai anak kita terkena cyberbullying, ya, Sisters!