Sisters, agar mendapatkan informasi lengkap, sebelum melanjutkan membaca di bawah ini, baca artikel sebelumnya di http://bit.ly/WaspadaBahayaPneumonia1, ya!
Gejala pneumonia ada dua:
1. Typical atau gejala umum: demam mendadak, batuk dengan sputum purulent (dahak bernanah), nyeri dada pleuritik (sakit yang menusuk di dada)
2. Atypical atau gejala tidak umum terjadi secara bertahap: batuk kering, sakit kepala, myalgia (nyeri pada otot) kelelahan, sakit tenggorokan, mual, dan muntah.
Selain itu, ada juga gejala pneumonia yang cukup parah yang bisa dengan mudah diobservasi yaitu chest in-drawing atau tarikan dinding dada ke dalam.
Deteksi dini yang mudah bagi orangtua adalah dengan menghitung frekuensi napas anak balita (di bawah lima tahun). Untuk anak umur di bawah dua bulan, frekuensinya tidak normal jika sebanyak 60 per menitnya, umur dua sampai 12 bulan 50 per menit, sedangkan usia satu sampai lima tahun 40 permenit. Deteksi dini oleh tenaga kesehatan bisa menggunakan alat pulse oximeter yaitu alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah arteri yang menyediakan informasi tentang kecukupan fungsi pernapasan. Jika hasil pengukuran dibawah 90 persen maka kondisi anak sudah harus dirujuk ke rumah sakit.
Namun setiap anak berbeda, mungkin saja gejala yang didapat hanya seperti gejala flu biasa (batuk dan pilek) yang disertai demam. Hal inilah yang menyebabkan orangtua kadang lalai dan menanggap pneumonia adalah penyakit ringan. Perlu diingat bahwa Pneumonia seperti lintah dapat menyerap secara perlahan-lahan dan menimbulkan kesakitan namun juga bisa bertransformasi menjadi Drakula yang dapat menyerang dengan tiba-tiba dan menyebabkan kematian.
Pengobatan lini pertama yang direkomendasikan oleh WHO adalah dengan memberikan antibiotik dan ini sangat efektif pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Hal yang perlu diingat adalah antibiotik tidak boleh sembarangan diberikan kepada anak, apalagi hanya dengan membeli antibiotik di apotik atau toko obat. Karena pemberian antibiotik harus dikeluarkan oleh tenaga kesehatan karena ada perhitungan berat badan dan usia untuk menentukan dosisnya dan juga harus ingat bahwa antibiotik membutuhkan kepatuhan yang tinggi dalam jadwal pemberian dan harus dihabiskan seluruhnya.
Untuk Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus, pengobatan antibiotik akan sia-sia, dan dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik. Viral pneumonia tidak memerlukan pengobatan antibiotik, kecuali infeksi campuran atau infeksi bakteri sekunder dicurigai. Jika anak-anak diberikan antibiotik padahal tidak dibutuhkan oleh tubuh dapat menyebabkan dampak negatif di masa depan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa penyebab pneumonia pada anak-anak didominasi oleh virus, meskipun dengan variasi yang berbeda.
Oleh karena itu penting untuk tahu apa penyebab pneumonia pada anak, apakah karena bakteri atau virus karena terkait dengan manajemen pengobatan yang efektif bagi anak. Untuk tahu penyebabnya biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti kultur, RT-PCR ataupun dengan menggunakan rapid test yang bisa dengan cepat mendeteksi virus (hanya virus tertentu, tidak semua virus ada rapid testnya). Setelah diketahui penyebabnya biasanya dokter akan menyarankan terapi pengobatan dengan memberikan obat-obatan dan dengan memberikan tindakan seperti saturasi oksigen dan nebulizer. Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk merubah obat dari bentuk cair ke bentuk aerosol yang membantu kelancaran pernafasan pada anak.
Nah, Sisters, lebih baik mencegah daripada mengobati, kan? Yuk, kita waspada terhadap Pneumonia si drakula lintah pada anak!
Sumber artikel: KemenPPPA - serempak.id