Kartini Masa Kini Menuju Kartini Millennials
R.A Kartini adalah salah satu ikon perubahan dalam reformasi emansipasi wanita di dunia. Khususnya di Indonesia, beliau dinobatkan sebagai pahlawan pembela hak-hak perempuan, sekaligus menjadikannya sebagai figur pembuka jalan pendidikan teruntuk kaum wanita Indonesia. Telah diakui bahwa R.A Kartini merupakan salah satu pribadi yang sangat beruntung pada masa itu, yang mana sebenarnya selain beliau ada banyak sosok perempuan lain yang juga bahkan lebih layak menerima tanda jasa kepahlawanan. Contohnya para romusha perempuan yang siap atau tidak tetap harus ikut ke medan perang untuk setidaknya memastikan bahwa para tentara pejuang memiliki persediaan makanan dan minuman yang cukup. Berbekal keberanian, mereka terjun langsung sebagai bala bantuan demi tercapainya impian terbesar kita bersama yaitu kemerdekaan Indonesia.
Dari figur kartini-kartini di atas, kita dapat menemukan arti pentingnya sebuah perjuangan yang berdampak luar biasa dalam setiap aspek kehidupan kita. Bermodalkan keberanian, tekad bulat, kegigihan dan sikap pantang menyerah, membuahkan hasil yang dapat dirasakan oleh semua perempuan Indonesia. Namun tidak sampai disitu saja, menjadi perempuan-perempuan yang telah menikmati jasa para pahlawan, kita senantiasa diharapkan dan dihadapkan pada situasi-situasi yang kompleks dengan kondisi yang begitu rumit di era teknologi komunikasi global ini. Cukup mampukah wanita untuk sekadar berjuang memenuhi kebutuhan hidup? Atau cukupkah kata perjuangan dalam menghadapi era milenium ini? Suatu fenomena yang sangat menarik untuk disoroti dan dikaji bersama, bahwa dalam perkembangan memasuki zaman milenium, kehidupan perempuan sebagai agen perubahan dan ujung tombak pembangunan generasi bangsa, nyatanya dituntut untuk tidak hanya berjuang dalam menghadapi arus perubahan zaman, tetapi juga dituntut untuk selalu dapat menari dalam transformasi era yang sedang berjalan.
Tak pelak lagi bahwa era milenium bagaikan suatu mata pedang yang senantiasa menyisakan kesan yang baik dan buruk. Oleh karena itu, di era teknologi yang serba cepat dan canggih, para perempuan harus berhati-hati dalam menentukan sikapnya. Untuk menggenggam teknologi-teknologi modern, kita tidaklah pantas menggunakannya hanya sebagai penunjang eksistensi diri. Tetapi lebih dari itu, kartini-kartini milenial harus mampu menggunakan teknologi-teknologi modern yang ada, sebagai media untuk memperkuat jati diri, menghancurkan stereotip-stereotip atau paradigma yang keliru dan yang telah terlanjur menjadi citra baku dalam budaya masyarakat patriarki yang selama ini kita tahu bersama bahwa keberadaannya telah banyak memenjarakan hak-hak perempuan. Era milenium ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh kartini masa kini menjadi alat untuk melawan kapitalisme, feodalisme, kekerasan, pelecehan, ketertindasan, serta sebagai senjata melawan ketidakadilan dan diskriminasi tanpa merusak atau bahkan menghilangkan identitas dirinya sebagai makhluk yang lemah lembut, peduli, dan penyayang dan tetap menjaga kodratnya sebagai wanita penolong kaum lainnya.
Disadari bahwa kodrat wanita sebagai “penolong” akan membuat mereka masuk dalam kondisi anomie yakni masih menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap budaya tetapi gaya hidupnya sudah modern universal, dan dihadapkan pada situasi dilematis yaitu antara mengikuti arus modernisasi dengan segenap dinamikanya atau tetap menjadi sosok perempuan yang sarat sentuhan nilai tradisi, serba mengalah dan pasrah. Jika situsi dilematis dan kondisi anomie ini dibiarkan menggerogoti kalangan perempuan maka akan menjadi bom waktu yang hanya menunggu kapan saat ledakan kebodohan merajalela dan menjadi “senjata makan tuan” yang dapat menghancurkan kodrat perempuan itu sendiri. Memang tidaklah mudah menjadi kartini masa kini yang merdeka mengingat adanya tantangan yang akan dihadapi oleh kaum wanita dalam beremansipasi di zaman milenium ini yaitu harus menjalankan peran ganda tanpa meninggalkan kodratnya sebagai wanita.
Oleh karena itu, kartini masa kini membutuhkan suatu formula sekaligus kunci yang sanggup untuk membuka pintu kemerdekaan hak dan kewajiban serta kesetaraan gender di tengah arus teknologi modern era milenium. Pendidikan adalah kunci keberhasilan suatu bangsa dan negara. Berbekal pendidikan, wanita akan menjadi pribadi yang mandiri, cerdas, inovatif, kreatif, inisiatif, dinamis dan memiliki daya guna. Pendidikan juga mampu menajamkan jati diri wanita yang selalu lebih peka akan lingkungannya. Kepedulian, loyalitas, kelemah-lembutan serta rasa ingin berbagi, membuat wanita sebagai sosok yang bertanggung jawab, professional, berdedikasi tinggi dan menginspirasi banyak orang. Dengan mendudukkan wanita sebagai platform pendidikan, langkah selanjutnya merupakan hal yang mudah untuk memutuskan mata rantai kemiskinan dan menghapuskan kebodohan dari bangsa Indonesia. Melalui pendidikan juga, wanita dapat berpartisipasi di ranah publik era modern dengan tetap menyeimbangkan kehidupan norma sosial serta hak dan kewajiban sebagai wanita. Bahkan Jack Me (CEO Alibaba Group & seorang entrepreneur terkaya di China) dalam pidatonya, menyuarakan bahwa dalam beberapa dekade ke depan, sosok wanitalah yang akan sangat dibutuhkan di dunia kerja, karena kodrat wanita sebagai figur “penolong” berpotensi dan memenuhi kompetensi untuk kemajuan peradaban bangsa-bangsa. Inilah saatnya amunisi pendidikan menjadi bahan bakar transportasi era milenium yang menghantarkan kartini masa kini menuju kartini millennials.