Sisters, ada hal-hal yang membuat perdebatan di ruang publik menjadi tidak berkualitas dan sangat subjektif. Salah satunya adalah logical fallacy atau kesalahan dalam berpikir. Ia bisa terjadi secara disengaja maupun tidak, terutama ketika seseorang menggunakan pendapatnya, yang keliru secara logika, untuk mematahkan pendapat orang lain.
Kalau kamu perhatikan, hal seperti ini kerap terjadi di media sosial. Contohnya selama beberapa bulan terakhir ini, ketika Pilkada DKI berlangsung dan berbagai isu yang dipertanyakan kebenarannya beredar di media sosial dan membuat orang terjebak dengan debat yang tidak jarang berakhir pada benci atau putus hubungan.
Ada beberapa tipe logical fallacy yang perlu kamu ketahui agar tidak terjebak dalam debat kusir yang berujung pada baper sendiri itu, Sisters. Yuk, intip!
Menyerang karakter atau kehidupan personal lawan untuk melumpuhkan argumennya.
Menggunakan cerita personal untuk membuktikan “fakta” universal. Khususnya untuk melumpuhkan data atau statistik.
Memanipulasi tindakan emosional (seperti tangisan dan amarah) untuk membuktikan sebuah pendapat.
Menggunakan pendapat orang sebagai “expert” atau ahli, padahal sebenarnya bukan.
Memilih data sebagian yang mendukung pendapatnya saja.
Bahwa pembuktian keabsahan sebuah argumen tidak berada di orang yang membuat argumen, namun pada kemampuan orang lain untuk membuktikan argumen itu salah.
Menanyakan kembali sebuah asumsi kepada orang yang mengkritiknya, sehingga tidak bisa dijawab tanpa sang pengkritik terlihat bersalah.
Karena atasan atau figur berotoritas mengatakan hal itu benar, maka hal itu pasti benar adanya.
Merujuk pada popularitas atau fakta bahwa banyak orang menerima sesuatu sebagai kebenaran, maka hal itu adalah kebenaran.
Menghindari kritikan dengan cara mengkritik kembali orang yang mengkritiknya.
Berpendapat bila kita membiarkan A terjadi, maka Z akan terjadi juga, oleh karena itu kita tidak boleh membiarkan A terjadi.
Berasumsi bila sebuah prinsip benar untuk sebuah kondisi, maka kondisi itu akan berlaku untuk kondisi lainnya juga.
Sekarang sudah tahu kan jenis-jenis sesat logika dalam berargumen. Yang mana yang sering kamu alami atau lakukan, Sisters?
Mulai sekarang yuk diingat! Jadi ke depannya kamu tidak terjebak dalam logical fallacy di media sosial, hanya karena merasa perlu membela sesuatu atau seseorang, Sisters! Lebih baik dicerna dulu informasi yang kamu terima, sebelum memulai debat kusir yang tidak sehat itu!