Kamu suka mendaki gunung, Sisters? Mungkin kamu harus mendengarkan pesan dari teman saya. Margaretha Quina namanya. Sedari SMA dia sudah mengikuti ekstrakurikuler pecinta alam. Mendaki gunung adalah salah satu hal favoritnya ketika berada di alam. Ketika sekarang dia sudah bekerja sebagai seorang aktivis lingkungan, sayangnya dia melihat makin banyaknya orang yang mendaki gunung, namun ternyata tidak diimbangi dengan perilaku dalam mengelola sampah selama pendakian. Disimak pesannya ya, terutama bagi kamu yang tertarik atau hobi naik gunung, Sisters!
Dear pendaki, yang menyebut diri pecinta alam, mari ubah perilaku kita dalam mengelola sampah pendakian.
Tahukah kamu tisu yang dipakai untuk melap pantat habis buang air besar bisa membawa bencana? Pernahkah kamu ke mendaki Rinjani? Di sana ada padang tai atau kotoran manusia, isinya tisu dan kotoran manusia. Tahukah kalau tisu basah itu butuh waktu ratusan tahun untuk bisa terurai. OH, dan portal berita Guardian memilih tisu basah sebagai the biggest villain in 2015 -- oh really? YES, ternyata dampak tisu basah seburuk itu buat lingkungan.
Selain itu, ada loh yang rajin dan rela memunguti tisu-tisu kalian. Mereka adalah orang-orang yang saat operasi bersih gunung menjadi spesialis "area ranjau" dan bergumul dengan kotoran manusia yang terserak, misalnya saja Trashbag Community yang kerap melakukan operasi bersih gunung. Tapi, ya sudah, namanya juga pecinta alam.
Padahal solusinya sederhana, ketika buang air besar di alam, kamu gali lubang secukupnya pakai pisau atau sekop kecil dan kemudian tutup lagi, lalu tisunya dimasukkan ke dalam kantong sampah yang kamu bawa sendiri. Atau, bisa juga memakai tisu kering yang dibasahi, dan setelahnya dikubur bersama kotoranmu. Atau kamu berbilas dengan menggunakan air dan sabun. Jijik? Ya, sudah. Lebih baik kamu diam saja di rumah, karena kamu belum siap mental mendaki.
Puntung rokok membutuhkan 10-12 tahun untuk terurai. Namun karena ukurannya yang kecil, pendaki sering abai dan membuangnya sembarangan. Padahal dalam satu area tenda di daerah pendakian bisa ada 10-30 puntung berserakan bila banyak yang merokok. Ngumpulinnya, aduh maaak, pegal! Padahal solusi muda sekali, merokok ataupun tidak, kamu bisa bikin botol kecil yang diikatkan di ransel untuk menampung sampah puntung rokok, atau merokok yang kretek saja tanpa ada sisa filter. Atau, tidak usah merokok di gunung. Gampang kan?
Banyak sampah anorganik, terutama plastik yang terurainya butuh waktu lebih dari 100 tahun. Biasanya sampah ini adalah bungkus makanan instan yang menjadi bekal pendaki. Pendaki yang sudah pintar pun kerap lupa terhadap ujung bungkus yang digunting saat membuka kemasan. Solusinya mungkin sedikit repot, tapi daripada alam yang kamu cintai rusak, kenapa tidak? Siasati perihal bekal instan dengan belanja sayur atau daging kering di pasar, atau stok perbekalan hari pertama di warung terdekat dan simpan di kotak bekal yang kamu bawa. Untuk air minum, kamu dapat membeli kantong air yang ada selang minumnya (misalnya Camelbak). Kamu bisa cek laman informatif mengenai pendakian tanpa sampah di Zero Waste Adventures atau Trashbag Community.
Yuk, pendaki. Tunjukkan revolusi mentalmu!
Demikian seruan dari perempuan muda yang kerap disapa Quina ini. Dia percaya bahwa masalah sampah di gunung bukan karena niat merusak dari para pendaki, tapi lebih pada kelalaian, ketidaktahuan dan ketidakacuhan. Makanya, dengan pesan ini Quina memberi tahu kamu, calon pendaki, yang belum tahu dan mengingatkan kamu, yang seorang pendaki, untuk menyadari bahwa perlu ada perubahan sikap untuk menjaga alam yang menjadi rumah kita bersama.
Setuju, Sisters?
Ilustrasi: Pixabay/abobo