Hai Sisters! Salah satu masalah utama yang sering dihadapi oleh para pelaku usaha yaitu mengurus perizinan usahanya sendiri. Sejatinya hal ini dilakukan agar produknya bisa semakin beredar luas di masyarakat, misalnya seperti izin PIRT, BPOM, dan lainnya. Ketika ingin mendirikan PT. (Perseroan Terbatas), mereka juga perlu membuat surat-surat seperti SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDP (Tanda Daftar Perusahaan), dan lainnya.
Kebanyakan pelaku usaha telah mencoba untuk mengurus dokumen tersebut, namun terkendala pada birokrasi yang rumit, akses informasi yang sulit, serta biaya yang relatif tinggi bagi mereka. Akibatnya, pelaku usaha tersebut cenderung menjadi enggan untuk mengembangkan bisnisnya, atau bahkan yang ingin memulai usaha sekalipun. Oleh karena itu, agar menjadi UKM yang naik kelas sudah sepatutnya kita sendiri yang bergerak aktif dalam mencari tahu seluk beluk terkait kebutuhan usaha yang dijalani.
Setelah mengetahui masalah umum para pelaku usaha, kita juga perlu mempelajari kelas atau klasifikasi UMKM di Indonesia berdasarkan omzet yang didapat per tahun. Angka omzet ini bisa menjadi acuan sederhana bagi kita untuk terus berinovasi dan mau berkembang agar semakin naik kelas. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Sebenarnya, ada satu klasifikasi lagi terkait omzet untuk usaha yang masuk ke kelas besar, yakni dengan omzet di atas Rp. 50 miliar per tahunnya. Tetapi usaha besar ini bukan terhitung sebagai UMKM lagi, melainkan mitra bisnis yang bisa melakukan kerja sama dengan UMKM.
Hal yang cukup disayangkan adalah rata-rata omzet para pelaku UKM hanya berkisar antara Rp. 2 – 3 miliar saja per tahunnya. Bahkan, untuk usaha ultra mikro omzetnya masih banyak yang berada di bawah angka Rp. 300 juta per tahun, sedangkan di negeri tetangga seperti Malaysia, omzet usahanya sudah menyentuh angka Rp. 30 – 40 miliar per tahun. Bahkan, di Singapura usaha menengahnya bisa menyentuh omzet hingga di angka Rp. 1 triliun per tahunnya.
Dari penjelasan di atas, kita bisa mulai dari memahami kebutuhan dari usaha yang dijalankan terlebih dahulu. Kebutuhan tersebut secara garis besarnya bisa dipelajari juga dari poin-poin berikut ini:
Jika berbicara tentang usaha kecil dan menengah, berarti kita sedang mempersepsikan usaha yang omzetnya berada di atas Rp. 2 miliar per tahun. Jika pemilik atau founder bisnisnya bukan seorang pemimpi (dreamers) dengan pemikiran luas, maka akan mudah terjerat oleh zona nyaman. Mereka akan merasa sudah untung dan cenderung enggan untuk membenahi pengelolaan keuangan bisnisnya.
Padahal, makna dari pelaporan keuangan ini bagi bisnis sebenarnya adalah untuk manajemen data kita. Tujuannya tidak lain agar kita bisa mengambil keputusan bisnis yang lebih tepat, meminimalisir kesalahan atau bahkan suatu keputusan bisnis tertentu. Semakin berkembangnya sebuah usaha, maka laporan keuangan akan semakin dibutuhkan juga sebagai bahan evaluasi dan perbaikan usaha kedepannya. Maka, sebagai pelaku usaha yang baik, kita perlu menjadi sosok pemimpin yang berani bermimpi besar dan mau berkembang agar bisa naik kelas.