Hai Sisters! Dalam suatu peristiwa pidana bisa saja melibatkan anak sebagai saksi atau secara hukum disebut “Anak Saksi”. Ternyata, Anak Saksi memiliki kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan saksi-saksi lain. Apa saja keistimewaan tersebut? Yuk, simak ringkasannya ini, yuk, Sisters!
Usia Anak Bisa Bersaksi di Pengadilan
Lalu berapa usia anak yang bisa didengarkan keterangannya di persidangan? Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) terdapat pengaturan mengenai anak yang didengarkan keterangannya tanpa sumpah, yakni yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah anak yang umurnya belum cukup 15 tahun dan belum pernah kawin.
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun hanya kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
Undang-Undang yang lebih spesifik mengatur tentang anak sebagai saksi adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”). Mengenai pengertian ‘anak saksi’ terdapat dalam Pasal 1 angka 5 UU SPPA:
Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menetapkan bahwa anak yang menjadi saksi tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Sedangkan jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka tidak dibatasi minimal usia anak untuk dapat menjadi saksi, hanya saja jika usianya kurang dari 15 tahun, maka boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah dan keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja.
Dalam menangani Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.
Hak-Hak Anak Saksi
Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Anak Saksi juga berhak atas:
-
upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
-
jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
-
kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.