Halo Sisters,
Didalam hidup tentu kita akan selalu menemukan banyak perbedaan, baik perbedaan Ras, Suku, Agama, Adat istiadat, dan Kebudayaan. Dalam hidup bermasyarakat juga dijumpai perbedaan status sosial bahkan ada suku atau agama tertentu yang juga memiliki jenjang kasta dalam kehidupan masyarakatnya.
Begitupun didalam keseharian saya. Sebagai perempuan yang bekerja, tentu menemui banyak perbedaan terutama dikalangan sesama teman sekantor, bahkan dengan atasan. Yang pasti kita tidak akan selalu menjumpai sesuatu yang selalu sama dilingkungan kita, baik itu tentang cara pandang, gaya hidup, keyakinan yang dianut, juga bahkan cara berpakaian. Itu pula yang saya alami dilingkungan saya bekerja. Sebagai seorang perempuan yang berlatar belakang keluarga dari suku batak, saya menjadi pribadi yang berkarakter tegas, dan mandiri. Sedangkan dilain pihak teman-teman satu pekerjaan lebih banyak dari suku Jawa bahkan memiliki keyakinan yang berbeda dengan saya. Perlu penyesuaian, pengertian, dan sikap toleransi yang tinggi, agar dilingkungan pekerjaan semua tetap bisa sejalan, saling menghargai dan bekerjasama dengan baik.
Tetapi bukan tanpa kendala. Keberagaman kadang tetap menimbulkan gesekan-gesekan kecil. Kadang malah ada saja pihak ketiga yang justru memperkeruh keadaan. Konflik pekerjaan bisa melebar menjadi konflik pribadi, menyinggung agama, kesukuan bahkan hanya karena perbedaan pandangan terhadap satu hal. Lantas bagaimana menyikapi perbedaan secara dewasa? Hal pertama yang perlu digaris bawahi adalah dengan berusaha bersikap proporsional. Jadi saya harus menempatkan masalah sesuai masalahnya. Tidak punya rasa sentimen pribadi ataupun kebencian, karena yang akan diselesaikan adalah masalahnya, bukan siapa yang salah tetapi apa yang salah. Dan hal lain yang saya sikapi adalah, tetaplah tenang dan mendengarkan. Berusaha menjadi pendengar yang baik, karena cepat mendengar dan lambat berucap lebih berguna, dan tetap mampu mendekatkan dan bukan merenggangkan hubungan sesama teman.
Kita tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Begitupun dilingkungan kerja. Secara individu kita membutuhkan orang lain. Dan orang lain yang kita temui atau bahkan orang yang menjadi tempat kita bergantung, mungkin saja tidak memiliki kesamaan latar belakang dengan kita. Maka saya usahakan untuk selalu mempunyai rasa simpati dengan orang lain. Jika ada kritik, dengarkan, dan jika saya tidak menyukai kritik yang diberikan, ya simpan untuk saya pribadi, bukan menjadi ajang perdebatan. Lalu bagaimana jika ada teman, rekan yang bersikap tidak menerima, tidak sopan, menyinggung perasaan? Tetaplah bersikap apresiatif. Tetap menghargai dengan cara yang terhormat, membalas dengan positif atau mungkin diam saat ujaran tak lagi benar, agar tetap menjaga suasana tidak lebih keruh atau bahkan hubungan menjadi renggang.
Pertemanan, persahabatan, hidup dimanapun kita bermasyarakat, intinya adalah menghargai dan menerima. Sebuah pertemanan yang langgeng pun, dasarnya adalah menerima dan menghargai. Menerima ketika orang lain mempunyai budayanya sendiri, keyakinannya sendiri bahkan pandangannya sendiri terhadap sesuatu. Akan menjadi buruk justru ketika kita menganggap kita menjadi lebih benar, menjadi lebih ingin menguasai, dan di akui. Konflik bukan ancaman ketika dihadapi dengan wajar, sehingga energi tidak habis terbuang percuma dan justru semakin meningkatkan kinerja. Sebab jika kita berhasil menjadi lebih baik, artinya adalah keberhasilan bersama, yang hasilnya pun akan dirasakan bersama. Kita hidup dalam satu atap kebangsaan Indonesia, berjiwalah Indonesia yang Ber-Bhinneka Tunggal Ika, karena itu tetap harmonislah dalam keragaman.
#BerbedaTetap1Bangsa