Sisters, Indonesia sangat terkenal dengan keanekaragaman budayanya, salah satunya berupa kain-kain tradisional yang cantik. Sebagai Warga Negara Indonesia, tentu kita punya tanggung jawab untuk menjaga kelestariannya, Sisters. Caranya tidak hanya dengan mengenakannya saja, tapi juga mengetahui asal usul dan sejarahnya. Mari simak cerita di balik empat kain khas Indonesia ini.
Batik Indonesia telah diakui oleh UNESCO secara resmi, Sisters. UNESCO telah memasukan batik ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) pada Sidang Ke-4 Komite Antar-Pemerintah tentang Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Batik memang sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, berkembang khususnya di daerah Jawa secara turun temurun. Sisters pasti sudah tahu batik di Pulau Jawa memiliki motif, warna, dan makna yang berbeda-beda. Perbedaan ini dikarenakan mereka memiliki makna tersendiri yang diwarisi dari leluhur. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo, Yogyakarta atau biasa disebut Batik Jogja dan Kota Pekalongan atau yang biasa disebut Batik Pekalongan.
Dari cara pembuatannya batik menjadi tiga jenis sisters, yaitu batik cap, batik tulis dan batik lukis.
Sasirangan adalah kain khas Suku Banjar, yaitu suku yang berasal dari Kalimantan Selatan. Nama kain Sasirangan berasal dari dua kata: ‘Sa’ yang berarti ‘satu’ dan ‘Sirangan’ yang berarti ‘jelujur’. Kain Sasirangan memang dibuat dengan teknik sirang atau jelujur kemudian dengan teknik celupan. Metode inilah yang kemudian menjadi ciri khas kain Sasirangan. Keunikan ini membuat kain Sasaringan kini telah didaftarkan hak patennya ke HAKI, termasuk untuk motif-motifnya. Namun selain cara pembuatan dan corak yang unik, kain Sasirangan memiliki asal usul yang unik karena legenda di dalamnya.
Alkisah, pada zaman negara Dipa, ada Patih bernama Lambung Mangkurat sedang bertapa. Ia menggunakan lanting untuk mencari seorang raja bagi pemerintahan kerajaan Negara Dipa sesuai dengan wasiat ayahnya, Empu Jatmika. Ayahnya tidak memperbolehkan diri dan keturunannya untuk menjadi raja karena mereka bukan berasal dari titisan raja.
Ketika sedang bertapa, Patih Lambung Mangkurat mendengar suara perempuan yang menanyakan maksudnya. Sang patih menjelaskan tujuannya. Suara perempuan itu mengatakan bahwa raja yang sedang dicari Patih Lambung Mangkurat adalah dirinya. Namun, perempuan itu mengatakan dia hanya akan menunjukkkan diri kalau permintaannya dipenuhi.
Perempuan itu meminta Patih Lambung Mangkurat untuk membuatkan sebuah istana megah yang dibangun 40 orang perjaka dan sehelai kain Langgundi yang ditenun 40 orang perawan. Kedua syarat itu harus selesai dalam waktu satu hari. Sang Patih setuju dan langsung melaksanakannya.
Setelah permintaannya dipenuhi, perempuan itu menampakkan diri dengan keluar dari dalam air dan mengenakan kain Langgundi. Perempuan itu disebut warga kerajaan Negara Dipa dengan sebutan Putri Junjung Buih, karena muncul dari dalam air yang beriak/berbuih. Adapun kain yang dipakainya disebut Kain Calapan yang kemudian dikenal dengan sasirangan.
Oleh karena itu, dulu kain sasirangan dikenal sebagai kain yang magis dan sakral, sehingga tidak digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Kain sasirangan hanya digunakan untuk pengobatan dan dibuat dengan bahan bahan yang diambil dari alam. Keaneka ragaman warna sasirangan juga dipengaruhi oleh fungsi pengobatannya. Namun zaman sekarang kain Sasirangan telah digunakan untuk berbagai kalangan. Jika berkunjung ke Banjarmasin, sangat mudah mendapatkan kain Sasirangan yang sekarang telah banyak menjadikan sebagai pakaian sehari hari sisters.
Ulos merupakan kain khas warisan budaya masyarakat Batak, Sumatera Utara. Dalam bahasa Batak, ulos artinya kain. Ulos dibuat dengan alat tenun, bukan mesin. Warna ulos sendiri biasanya merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak. Pada awalnya ulos hanya dikenakan dalam bentuk selendang atau sarung yang sering digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak. Kini ulos banyak dijumpai di dalam bentuk produk suvenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden.
Menurut leluhur orang Batak, ada 3 sumber pemberi kehangatan yang menjadi sumber kehidupan tubuh selain darah dan nafas yaitu matahari, api dan ulos. Matahari terbit dan terbenam dengan sendirinya setiap saat. Api dapat dinyalakan setiap saat, namun tidak praktis untuk di gunakan menghangatkan tubuh, misalnya besarnya api harus di jaga setiap saat sehingga tidur pun terganggu. Namun tidak begitu halnya dengan ulos yang praktis digunakan di mana saja dan kapan saja.
Hal ini membuat Ulos memiliki nilai tinggi di tengah masyarakat Batak. Ulos memiliki beragam jenis dan fungsi dengan aturan penggunaan dalam adat istiadat masyarakat Batak. Sayangnya sebagian besar jenis ulos telah punah karena tidak diproduksi lagi, seperti Ulos Raja, Ulos Ragi Botik, Ulos Gobar, Ulos Saput (ulos yang digunakan sebagai pembungkus jenazah), dan Ulos Sibolang, Sisters.
Sisters, ada yang tahu tidak butuh berapa lama proses produksi kain Gringsing? Kain Gringsing merupakan kain asal Tenganan, Bali yang proses pembuatannya memakan waktu 2 - 5 tahun. Menariknya lagi, kain Gringsing merupakan satu satunya kain dari Indonesia yang pembuatannya dengan teknik dobel ikat dan hanya dikerjakan dengan tangan tanpa mesin.
Gringsing berasal dari kata “gring” yang artinya “sakit” dan “sing” yang artinya “tidak”. Maknanya adalah seperti penolak bala dan untuk menyembuhkan penyakit.
Di balik kain gringsing juga terselip legenda yang sangat menarik, Sisters. Menurut masyarakat Tenganan, asal muasal kain gringsing berawal dari Dewa Indra yang kagum akan keindahan langit di malam hari. Dewa Indra lalu mengajarkan para wanita Tenganan untuk menguasai teknik menenun kain gringsing. Biasanya kain gringsing melukiskan dan mengabadikan keindahan bintang, bulan, matahari, dan benda langit lainnya.
Proses yang rumit dan memakan waktu lama membuat harga jual Gringsing sangat tinggi, Sisters. Tidak jarang masyarakat mancanegara berkunjung ke Tenganan khusus hanya untuk membeli Kain Gringsing.
Kamu punya kain tradisional khas Indonesia yang menjadi favoritmu, Sisters?
Foto header: Instagram / @jajakaxivangunawan