Berair sudah mata saya, ketika terbesit sedikit saja pikiran tentang ibu.
Kasih ibu yang memang benar-benar sepanjang jalan, tanpa putus, serta kasih anak yang diibaratkan dengan panjangnya sebuah galah, ya memang benar adanya. Siapa yang berani memungkiri kalimat tersebut?
Miris sekali melihat remaja sekarang yang berani menentang, berbohong, bahkan bertindak kasar kepada ibunya. Tanpa mengetahui betapa besar kasih sayang ibu yang tanpa pamrih itu.
Saya mencoba memaparkan sedikit kisah hidup saya. Sangat saya menyesali belum sempat memberikan sesuatu pun yang menurut saya berharga kepada ibu. Sebut saja ia Mama Fe.
Bagi saya, Mama Fe lebih dari seorang pahlawan. Ia gugur karena kanker sadis yang menghabisi tubuhnya selama bertahun-tahun. Namun apa yang Mama Fe perlihatkan kepada kami, anaknya, tidaklah mewakili sedikitpun apa yang ia rasakan. Selalu senyuman dan kata-kata manis nan menenangkan yang tercurah dari wajah letihnya. Kami tahu sakitnya menjalani kemoterapi yang menghancurkan tubuhnya secara perlahan. Hasil kemo yang tidak memberi kabar baik selalu menghancurkan hati kami, para anaknya. Namun tidak dengan Mama Fe, yang justru selalu bersemangat. “Kertas ini sama sekali ngga ada artinya nak. Kalau Allah mau hapus semua kanker ditubuh mama satu jam dari sekarang, maka hilanglah semua. Sehat deh mama,” ujarnya sambil tersenyum manis di kursi rodanya.
Setahun sudah Mama Fe terbaring lemah ditempat tidurnya. Namun tidak pernah sekalipun meninggalkan solat wajib dan sunnahnya. Tak pernah sekalipun terdengar keluhan atas rasa sakit yang ia rasakan, pun tak pernah ada panggilan yang menyulitkan kami.
“Mamah lagi mau makan pakai apa mah?” celotehku sambil mengelus elus kepalanya.
“Apa aja yang kamu beli nanti mama makan nak. Kamu kenyangin aja dulu perutnya, nanti sisanya kasih mama,” sambungnya.
Air mata pun tidak berhenti menetes mendengar tak ada sedikitpun permintaan yang terlontar dari Mama Fe. Ia masih sempat memikirkan perut saya yang sebenarnya tidak terlintas dalam pikiran saya.
Mama Fe selalu menangis ketika ia merasa dirinya tidak berdaya, tidak bisa membantu pekerjaan rumah, pun tidak bisa bekerja seperti rutinitasnya sehari-hari sebelum ia terbaring lemah ditempat tidurnya.
Mama Fe sosok wanita pekerja keras, mandiri, dan sangat bertanggung jawab. Ia menjadi orangtua tunggal kami semenjak papa tiada. Menghidupi keempat anaknya dengan jerih payahnya menjadi seorang penjahit pakaian wanita. Tak seberapa memang, namun ia berhasil menyekolahkan kami hingga Sarjana.
Begitu luar biasanya pengorbanan seorang ibu. Tak bisa terdefinisikan oleh kalimat apapun. Mari bersyukur bila masih diberikan kesempatan untuk membahagiakannya, Sisters. Untuk kalian yang sedang jauh dari ibu, berilah kabar. Walau hanya sekadar telepon atau sms, akan sedikit meringankan rasa khawatirnya.
Terbesit di pikiran saya, apakah saya bisa seperti Mama Fe? Yang begitu hebat menyelesaikan semua ujian dari-Nya? Yang selalu berprasangka baik, sabar, dan tetap taat? Tanpa mengeluh sedikit pun? Apa kelak saya bisa menjadi pahlawan yang dibanggakan anak-anak saya? Apakah saya akan memiliki anak-anak yang akan menghargai dan menyayangi saya?
Semua kembali kepada diri kita masing-masing. Jika kita menanam kebaikan, maka petiklah kebaikan itu suatu hari nanti. Terima kasih. Dan, saya lampirkan foto pahlawan saya, Mama Fe saat berulang tahun sekitar 2 tahun lalu.
#PahlawanSisternet
Foto: Dokumen Pribadi | Pixabay