Yakudoshi, menurut arti di kamus adalah tahun kesialan.
Sebenarnya, saya sudah lama tahu mengenai yakudoshi ini, pernah juga menonton J-dorama mengenai hal ini. Tapi ya nggak pernah benar-benar paham apa maksudnya, sampai, di tahun ini si #suamijepang banyak mendapat musibah, mulai dari kecelakaan lalu-lintas, beberapa bulan kemudian ada insiden di kolam renang yang menyebabkan dia patah kedua kakinya,
Selang 4 bulan kemudian dia jatuh dari tangga yang menyebabkan patah tangan kanannya dan harus dioperasi.
Sedih. Bingung. Takut. Itu perasaan saya menghadapi kejadian yang cukup bertubi-tubi ini.Tapi, sekaligus senang, karena saya tahu banyak sekali perhatian yang kami dapatkan dari orang-orang yang peduli kepada kami. Di tengah perhatian-perhatian yang bikin terharu ini, perhatian yang membuat saya suka senyum-senyum sendiri adalah perhatian dari beberapa klien saya yang kebanyakan om-om.
Reaksi pertama mereka ketika mendengar kisah kami ini adalah, menanyakan umur suami saya berapa, dan memastikan apakah tahun ini adalah yakudoshi untuk kami atau bukan?
Jadi, apa itu Yakudoshi?
Seperti yang sudah ditulis di atas, Yakudoshi adalah usia/tahun di mana seseorang mengalami kesialan/bencana. Yakudoshi ditulis dalam 2 huruf kanji, yaitu Yaku yang artinya uncluck, misfortune, evil, serta Toshi yang artinya age atau year.
Ada beberapa usia yang dipercaya merupakan Yakudoshi di dalam kehidupan seorang manusia,dan ada perbedaan yakudoshi antara laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki usia yang dianggap sebagai yakudoshi adalah di usia 25, 42 dan 61 sementara untuk perempuan adalah dalam usia 19, 33, dan 37.
Yakudoshi sendiri terbagi menjadi 3, honyaku artinya adalah tahun di mana yakudoshi itu terjadi (pria usia 25, 42, 61, dan untuk wanita usia 19, 33 dan 37), maaeyaku, tahun sebelum honyaku, dan atoyaku yaitu tahun sesudah honyaku. Yah, berarti sialnya 3 tahun berturut-turut dong ya? Hehehe… Tapi sih katanya, honyaku lah tahun sial yang sebenarnya, sementara maeyaku adalah semacam hidangan pembukanya, yang dimulai dari kejadian-kejadian kecil dan atoyaku semacam hidangan pentutupnya di mana kesialan sudah berangsur berkurang tapi belum berarti hilang sama sekali.
Ada juga yang dinamakan taiyaku, yang kalau ditilik dari kanjinya artinya adalah kesialan besar, pada laki-laki terjadi di usia 42 tahun dan perempuan 33 tahun. Usia ini konon adalah usia yang paling sial sepanjang hidup seseorang. Konon katanya sih, kalau dicoba mencari dengan logika, di usia tersebut memang usia kritis bagi manusia. Di usia 42 tahun, bisa dibilang seorang adalah satu umur puncak karier seseorang, sementara di tahun 33 tahun untuk perempuan mulai banyak perubahan dari segi psikologis dan fisik sehubungan dengan peranan/kodrat sebagai perempuan. Mengenai perhitungan usia, ada yang bilang bahwa perhitungan usia-usia itu tadi dihitung dengan cara perhitungan usia Asia Timur, bagaimana cara menghitungnya: usia kita saat ini + 1 tahun.
Menurut kepercayaan dalam usia-usia yakudoshi ini, banyak kejadian/kesialan, karena tahun ini merupakan salah satu titik terlemah dalam hidup manusia, seperti terjadi kecelakaan, musibah, bencana, kebangkrutan, perceraian, kehilangan seseorang/sesuatu yang dicintai, apapun yang dilakukan tidak ada berhasil dengan baik, pertengkaran dengan orang lain, dan sebagainya.
Sehingga, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan itu, apa yang dilakukan oleh mereka yang mempercayai yakudoshi :
– Melakukan yakubarai atau yakuyoke, yang kalo diterjemahin bebas artinya adalah upacara tolak bala atau semacam ruwatan gitu kali, ya. Mereka yang percaya akan pergi ke kuil dan minta didoakan oleh pendeta Budha/Shinto agar dijauhkan dari kesialan-kesialan yang katanya sih dengan membayar sejumlah uang. Di berbagai daerah ada kuil-kuil yang direkomendasikan untuk yakubarai ini, kuil-kuil yang katanya sangat ampuh untuk menolak bala. Biasanya, yakubarai ini diselenggarakan pada awal tahun yakudoshi, atau di akhir tahun sebelum memasuki tahun yakudoshi.
– Sebisa mungkin tidak membuat keputusan-keputusan penting pada saat yakudoshi, seperti membeli rumah, menikah, membangun bisnis, dsb.
– Berhati-hati dalam tindakan agar tidak mengundang bahaya/musibah.
Lucunya, ketika mengetahui memang si #suamijepang ada di usia yakudoshi-nya, deretan oom-oom klien menyarankan si suami untuk yakubarai, yang walau tahun sudah lebih berjalan dari setengahnya, tapi tetap masih ada sisa waktu (ahaha..), bahkan ada seseorang klien saya yang konon sampai niat membelikan saya omamori alias jimat dari sebuah kuil yang terkenal dengan tolak bala-nya. Tapi, setelah dia berdiskusi dengan klien saya yang lain dan juga istrinya, dia batal membelikan karena dia percaya saya nggak bakal percaya sama yang seperti ini.
Si #suamijepang sendiri juga termasuk yang gak percaya sih sama hal-hal yang beginian, malah dia juga nggak terlalu tahu kapan itu yakudoshi. Mertua saya, yang merupakan penganut Budha yang taat juga jauh dari percaya sama hal yang beginian. Bahkan, ketika saya pernah iseng bertanya mengenai yakubarai, kedua mertua saya justru tertawa-tawa saja
Omong-omong, bukan dari orang Jepang saja sih komentar soal kesialan-kesialan yang kami hadapi ini. Ada juga beberapa orang Indonesia yang komentar kalau kami ini sial, rumah kami bawa sial (karena kami baru pindah di tahun ini), bahwa kami harus diruwat, dan seterusnya. Komentar-komentar yang menurut saya nggak penting dan orang yang komentar mungkin adalah orang yang nggak mengerti perasaan/kondisi orang lain.
Saya sih bersyukur bahwa kami berdua masih diberi kewarasan dan kepandaian untuk berpikir kalau yang kami hadapi ini adalah bukan kesialan. Menurut saya, kejadian-kejadian ini nggak lebih dari episode hidup yang harus saya jalani, yang tentunya akan 'memperkaya' hidup saya ke depannya.
"Everything we go through, grows us!"